Tantangan Ekonomi Menghadang, Pembiayaan Properti Diprediksi Tumbuh Single Digit di 2020

Ancaman pelambatan ekonomi nasional dan resesi ekonomi di tingkat global dinilai menjadi tantangan bagi bisnis pembiayaan properti di tahun 2020.

Kendati begitu, sebagai lembaga pembiayaan yang fokus pada kredit properti khususnya perumahan, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) melihat peluang pertumbuhan pembiayaan masih terbuka lebar di 2020.

Peluang ini terkait dengan bergulirnya sejumlah insentif yang diberikan Pemerintah, mulai dari kuota bantuan pembiayaan perumahan, insentif perpajakan hingga penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia dan pelonggaran Loan to Value atau LTV yang meringankan uang muka yang wajib disetor konsumen untuk mengakses KPR.

Pandangan tadi mengemuka di acara Seminar Property Outlook 2020 di Jakarta, Selasa (10/12/2019). Pembicara yang tampil terdiri dari Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Kementarian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Eko D Heripoerwanto sebagai keynote speaker, lalu Direktur- Grup Kepala Korporasi & Rumah Tangga Bank Indonesia Clarita Ligaya Iskandar, Moch Yusuf Hariagung Direktur PUPR, Pengamat Ekonomi dari Indef Aviliani, Direktur Ciputra Development Tbk Harun Hajadi serta Direktur Finance, Planning, & Treasury Bank BTN, Nixon L.P Napitupulu.

Dalam presentasinya, Nixon mengatakan perbankan pada umumnya bersikap lebih hati-hati dalam menghadapi tahun 2020 karena masih ada tantangan likuiditas dan tekanan dari kredit bermasalah sehingga laju pertumbuhan kredit termasuk untuk sektor properti diproyeksikan hanya akan tumbuh single digit.

“Pertumbuhan kredit properti seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi maupun non subsidi, serta kredit agunan rumah dan kredit pembangunan rumah akan tumbuh single digit karena sejumlah faktor, diantaranya anggaran pemerintah untuk subsidi perumahan yang terbatas,” urai Nixon.

Sementara Eko D Heripoerwanto menyampaikan melalui Kementerian PUPR, APBN menganggarkan Rp 11 triliun untuk memfasilitasi subsidi pembiayan 102.500 unit pada tahun 2020. Jumlah unit rumah yang dapat mendapat subsidi tersebut lebih rendah dari tahun 2018 yang sebesar 280.000 unit dan tahun 2019 yang mencapai 162.000 unit.

“Pembiayaan perumahan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam penyediaan perumahan, saat ini APBN memberikan porsi yang tidak banyak atau kurang dari 2% jadi pertumbuhan KPR subsidi sangat terkatrol dengan APBN namun ke depan, kehadiran BP Tabungan Perumahan Rakyat bisa menjadi harapan bagi industri properti,” imbuh Nixon.

Berdasarkan catatan Bank BTN, sejak tahun 2015 ketika program tersebut bergulir, Bank BTN telah menyalurkan pembiayaan untuk sekitar 3,10 juta unit, baik berbentuk KPR subsidi maupun non subsidi.

Kendati pertumbuhan KPR subsidi akan berkontraksi, Nixon menilai peluang KPR untuk tetap tumbuh di atas rata-rata pertumbuhan kredit masih sangat besar khususnya di segmen KPR Non Subsidi.

Pada ceruk ini, KPR non subsidi bisa tumbuh di kisaran 10-12% atau menyamai pertumbuhan kredit secara umum yang dipatok oleh Bank Indonesia pada tahun 2020 karena banyak faktor yang mendukung.

Nixon menjabarkan, ada empat faktor utama yang memengaruhi yakni, pertama, tumbuhnya kelas emerging affluent, yang diperkirakan mencapai kurang lebih 125 juta orang pada tahun 2020 dan memiliki daya beli yang besar. Dimana mayoritasnya diprediksi adalah generasi milenial.

Kedua, penerapan pelonggaran LTV oleh BI yang berlaku mulai Desember 2020 kemungkinan akan berdampak pada tahun 2020.

Ketiga akan selesainya proyek-proyek infrastruktur khususnya yang terkait transportasi yang akan meningkatkan permintaan perumahan di kawasan Transit Oriented Development atau TOD.

Sementara faktor yang terakhir adalah insentif perpajakan yang diberikan Kementerian Keuangan terkait pajak pertambahan nilai atau PPN. Insentif tersebut adalah peningkatan batasan tidak kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) rumah sederhana sesuai daerahnya, pembebasan PPN atas rumah atau bangunan korban bencana alam, peningkatan batasan hunian mewah yang dikenakan PPh dan PPnBM dari Rp 5 miliar atau Rp 10 miliar menjadi Rp 30 miliar dan penurunan tarif PPh Pasal 22 atas hunian mewah dari tarif 5% menjadi 1% serta, simplifikasi prosedur PPh penjualan tanah atau bangunan dari 15 hari menjadi 3 hari.

“Bersaing di ceruk KPR Non subsidi sangat ketat, karena kita bersaing dari sisi cost of fund, untuk itu Bank BTN akan meraih sumber pendanaan jangka panjang sekitar 15 tahun atau lebih sehingga dapat membuat skema KPR yang cicilannya makin terjangkau,” kata Nixon.

Selain mempersiapkan pendanaan jangka panjang yang mumpuni, Bank BTN juga akan meracik program KPR baru yang akan memperkuat segmen bisnis BTN yang lain seperti tabungan, dan transaksi perbankan.

“Generasi milenial menjadi sasaran utama, namun bukan berarti kita tidak menggali potensi di generasi lain, karena kami akan menggunakan Big Data Analytic untuk meracik produk atau layanan perbankan yang sesuai dengan karakter nasabah kami, baik KPR atau non KPR,” kata Nixon.

Proyeksi pertumbuhan pembiayaan perumahan tahun 2020, tidak lepas dari kinerja tahun 2019 lalu. Nixon menjelaskan beberapa hal terkait adanya tren penurunan Indeks Harga Perumahan atau House Price Index BTN hasil riset dari Housing Finance Center (HFC) Bank BTN.

Per September 2019, HPI BTN secara nasional tercatat sebesar 167,19 dan mencetak angka pertumbuhan hanya sebesar 5,74% terendah dalam lima tahun terakhir, 4 tahun sebelumnya dalam periode yang sama, HPI mencetak pertumbuhan sebesar 7,26% pada tahun 2018, 6,74% pada tahun 2017 dan 9,75% pada tahun 2016 dan 13,34% pada tahun 2015.

Adapun Aviliani mengatakan dalam mengejar pertumbuhan pembiayaan properti khususnya hunian bank harus merubah persyaratan kredit dari sebelumnya berdasarkan penghasilan dari pekerjaan formal menjadi berdasarkan perilaku menambung calon debitor. Pasalnya saat ini terjadi pergeseran sumber pendapatan masyarakat khususnya kalangan milenial yang lebih banyak bekerja di sektor informal yang tidak memiliki slip gaji namun mampu memperoleh pendapatan yang lebih besar.

Sementara Harun Hajadi memandang perlunya pemerintah memberikan perhatian lebih kepada BTN sebagai bank penyalur pembiayaan perumahan dari sisi bantuan funding. Selama ini Harus menilai BTN punya keterbatasan memberikan pembiayaan lebih besar sehingga perlu tambahan funding agar bisa memberikan pembiayaan lebih luas lagi bagi masyarakat dalam mensukseskan Program Sejuta Rumah pemerintah.

Sumber : BeritaSatu.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only