Industri Petrokimia: Jawab Permintaan Domestik, Seimbangkan Devisa

Presiden Jokowi meninjau pabrik polietilena baru milik Chandra Asri yang diresmikan 6 Desember 2019.

           Dalam sektor industri petrokimia, Indonesia masih mengalami ketimpangan antara produksi dan permintaan domestik. Artinya, selama ini suplai produk petrokimia masih belum mampu memenuhi kebutuhan industri dalam negeri dan masih mengandalkan impor. Sejumlah negeri tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand telah mengungguli Indonesia dalam kapasitas produksi. Karena tingginya kebutuhan, Indonesia selama ini masih menjadi pasar produk petrokimia dari sejumlah negara. Jika ingin bergerak cepat dalam pengembangan industri, Indonesia perlu berbenah segera.

            Selama ini, Indonesia masih mengalami defisit perdagangan akibat nilai impor yang terlalu tinggi. Salah satu impor yang cukup tinggi antara lain dari industri petrokimia. Sebagai gambaran, kebutuhan domestik polietilena untuk bahan baku industri adalah polietilena, yang mencapai sekitar 2,3 juta ton per tahun. Akan tetapi, produksi domestic saat ini hanya mencapai 780.000 ton sehingga harus mengandalkan impor.  

            Solusinya antara lain pembangunan pabrik polietilena baru. Salah satunya dilakukan oleh PT Chandra Asri Petrochemical Tbk di Cilegon, Banten, yang baru-baru ini diresmikan secara langsung oleh Presiden Joko Widodo (Presiden Jokowi). Pabrik baru itu berkapasitas 400.000 ton per tahun dan dibangun dengan nilai investasi sebesar 380 juta dollar AS. Kapasitas produksi polietilena Chandra Asri pun meningkat menjadi total 736.000 ton per tahun.

           “Ketegasan Presiden Jokowi yang disampaikan dalam peresmian pabrik Chandra Asri beberapa waktu lalu di Cilegon menunjukkan bahwa Pemerintah akan mendukung pembangunan industri hulu petrokimia menjadi suatu harapan baru. Saya juga mendengar, tax holiday, tax allowance sudah diberikan dan diharapkan akan segera diikuti kebijakan perdagangan, industri, investasi, dan lain-lain yang diperlukan untuk kemajuan industri,” papar Hendri Saparini, pemerhati industri petrokimia di Indonesia.

          Sebagai salah satu produsen petrokimia terbesar di Indonesia, Chandra Asri telah mampu memproduksi olefin, polietilena, etilena, stirena, butadiene, dan polipropilena. Ini merupakan produk-produk petrokimia hulu yang dapat diolah kembali menjadi beragam produk di berbagai industri. Di antaranya, industrk elektronik, farmasi, plastik, dan kosmetik.

            “Sebagai bagian dari strategi pertumbuhan untuk memenuhi permintaan produk petrokimia di Indonesia, Chandra Asri menjalankan studi kelayakan kompleks petrokimia kedua dengan nilai total investasi sebesar 60-80 triliun rupiah,” ungkap Presiden Direktur Chandra Asri Erwin Ciputra.

            Pendirian kompleks petrokimia baru ini memberikan secercah harapan baru. Kapasitas produksi dalam negeri untuk produk-produk petrokimia akan meningkat, nilai impor produk petrokimia dari sejumlah negara dapat berkurang, dan pertumbuhan industri lainnya akan semakin tumbuh. Hendri mengungkapkan perkembangan industri petrokimia dapat menyehatkan neraca perdagangan serta menjadi salah satu penyelesaian masalah defisit neraca transaksi berjalan.

            “Setelah kompleks petrokimia kedua kami beroperasi penuh pada 2024, kami akan semakin mampu memenuhi permintaan domestik, meringankan beban impor, memberikan kontribusi untuk perekonomian Indonesia, dan memperbaiki keseimbangan perdagangan,” ungkap Erwin.

            Chandra Asri menyadari bahwa suatu industri perlu memperhatikan keberlangsungan lingkungan di sekitarnya. Erwin mengungkapkan, Chandra Asri saat ini tengah menerapkan green manufacturing di ruang gerak usahanya. Beberapa langkah yang dijalankan Chandra Asri antara lain mengurangi jejak emisi karbon hingga 0,24% ditahun 2018 dan konsisten dari tahun ke tahun dan memanfaatkan sumber energi dengan penggunaan panel surya. Chandra Asri bekerja sama dengan supplier panel surya Total Solar bertekad untuk mewujudkan pengurangan jejak karbon mencapai 644 ton tiap tahunnya mulai dari 2020. 
Dukungan sumber daya

                Data dari Kementerian perindustrian menunjukkan bahwa pertumbuhan industri petrokimia masih dipengaruhi naik-turunnya harga gas bumi. Selama ini, gas bumi memberikan pengaruh sebesar 70% terhadap biaya produksi sektor industri petrokimia di Indonesia. Dengan kata lain, ketersediaan pasokan energi dan bahan bakar akan berpengaruh pada produktivitas dan daya saing industri petrokimia di Indonesia.

                Hendri, ekonom senior dari CORE ini menuturkan, selain gas bumi, industri petrokimia juga sangat tergantung dengan harga minyak bumi. Oleh karena itu, kestabilan harga minyak bumi diperlukan untuk mendukung industri petrokimia.

                “Meskipun untuk tahun 2020 harga minyak kemungkinan tetap terjaga bahkan ada tren harga akan di bawah USD 60 per barrel, untuk jangka menengah panjang tidak mudah untuk diproyeksikan. Belum lagi kemungkinan negara-negara penghasil minyak seperti Arab Saudi untuk mulai investasi dan mengembangkan industri down stream karena perubahan iklim usaha, tuntutan penciptakan lapangan kerja dan nilai tambah. Oleh karena itu dukungan pemerintah dengan kebijakan komprehensif sangat perlu,” kata Hendri.

                 Disimpulkan, untuk mendukung industri petrokimia di Indonesia, beberapa langkah strategis perlu dijalankan. Selain kestabilan harga minyak dan gas bumi, diperlukan kebijakan dan regulasi Pemerintah yang memberikan peluang perkembangan industri petrokimia. Langkah lainnya yang bisa diambil antara lain mendukung penggunaan bahan baku dalam negeri sebagai bahan baku industri. Diperlukan juga standardisasi industri dan kebijakan fiskal yang tepat.

                 Ke depan, persaingan industri petrokimia akan semakin tajam. Indonesia pun perlu mengambil posisi strategis agar tidak hanya menjadi obyek pemasaran produk petrokimia, tetapi berperan sebagai negara produsen produk petrokimia yang diperhitungkan. Investasi baru di sektor industri petrokimia dimungkinkan memiliki peluang besar untuk terus dikembangkan. Di sisi lain, pembangunan sumber daya manusia yang unggul sekaligus penerapan teknologi untuk mendukung efisiensi perlu dijalankan agar seiring sejalan dengan pertumbuhan dan kemajuan industri.

Sumber : Kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only