Pemerintah gencar menerbitkan obligasi ritel untuk menjaring investor baru, tapi realisasinya belum maksimal. Dengan tren suku bunga turun dan pelemahan di pasar saham melemah, tak ada salahnya investor membiakkan dana di obligasi ritel.
Jakarta. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan gencar menerbitkan surat utang di pasar ritel pada tahun ini.
Namun, realisasi penerbitan surat berharga negara (SBN) ritel yang dua kali lebih banyak di bandingkan tahun 2018 masih di bawah target. Di sisi lain, investor yang melewatkan SBN tersebut bisa jadi menyesal karena pada tahun depan pemerintah mengurangi jumlah penerbitan dan target pendanaan SBN.
Sepanjang tahun ini, pemerintah telah merilis 10 SBN Ritel, yakni Saving Bond Ritel (SBR) seri SBR005, Sukuk Tabungan (ST) seri ST003, Sukuk Ritel (SR) seri SR011, SBR006, ST006, SBR007, ST005, SBR008, Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI016 dan ST006. Pada tahun 2018, pemerintah hanya menerbitkan obligasi sebanyak lima kali. Obligasi ritel pernerbitan tahun 2019 menyedot dana investor sekitar Rp 50 triliun, lebih rendah dari target yang berkisar Rp 60 triliun hingga Rp 80 triliun.
Dari beragam SBN ritel tersebut, SBR005 dan ST003 memberikan imbal hasil tertinggi, mencapai 8,15% per tahun. Setelah itu, imbal hasil SBN ritel menyusut seiring pelemahan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI).
Direktur Indonesia Bond Price Agency (IBPA) Wahyu Trenggono menganalisis, tahun 2019 adalah periode berat bagi dunia investasi dan usaha karena ketidakpastian yang tinggi, baik dari pasar domestik maupun global. Namun, banyak orang melewatkan penerbitan SBN ritel tersebut.
Padahal di saat yang sama kondisi pasar saham sedang lesu. Sejak awal tahun hingga Kamis (26/12), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 1,98% dan bunga deposito bergerak di level 4%-5%. “Tahun 2019 lebih menguntungkan dan aman bagi obligasi dibanding pilihan investasi yang lain,” ujar Wahyu, pekan lalu.
Dia memandang, rendahnya pencapaian dana hasil SBN ritel tersebut bukan untuk kegagalan investor memandang prospek produk investasi.
Analis Obligasi BNI Sekuritas Ariawan menyatakan semua SBN ritel menarik. Sebab, spread yang ditawarkan premium terhadap suku bunga acuan, sekitar 150 bps hingga 200 bps. “Hal yang membedakan cuma kondisi suku bunga pada saat penerbitan sehingga semuanya menarik,” jelas dia.
Meski pemerintah gagal mencapai target pendanaan, penerbitan SBN ritel sudah berhasil mendongkrak jumlah investor baru. Total ada 89.070 investor baru dari penerbitan 10 SBN ritel. “Patut dicatat jugam banyak investor baru dari kalangan milenial. Hal ini menjadi prestasi tersendiri,” tambah Fikri C Permana, Head of Economy Research Pefindo.
Memperkuat literasi
Tahun depan, Kementerian Keuangan berencana menerbitkan SBN ritel hanya 6-8 kali. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menyebutkan, pemerintah akan menerbitkan 50:50 untuk ritel konvensional dan sukuk. “Target dana Rp 40 triliun hingga Rp 60 triliun,” jelas dia.
Tahun depan, pemerintah ingin menerbitkan sebanyak 6-8 kali SBN ritel.
Ariawan menyarankan investor jangan lagi memandang remeh SBN ritel. Imbal hasil SBN ritel tahun 2020 diperkirakan tak jauh beda dengan penerbitan seri terakhir. Mengingat penurunan suku bunga acuan sudah terbatas.
Sedangkan kondisi ekonomi masih dalam ketidakpastian. Apalagi, pasar saham kemungkinan juga masih penuh tekanan.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia, Ramadhan Ario Maruto menyarankan pemerintah semakin gencar memperkenalkan SBN ritel kapada masyarakat. Kegagalan target dana SBN ritel pada tahun 2019 karena banyak masyarakat belum memahami produk investasi tersebut. “Padahal, ini adalah investasi yang menarik,” jelas dia.
Selain imbal hasil yang lebih besar dibandingkan deposito, SBN ritel juga dikenai pajak yang yang rendah, hanya 15%. Pajak deposito mencapai 20%. “Potensi di Indonesia besar, tinggal sosialisasi saja diperkuat,” kata Ramdhan.
Data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyebutkan per Oktober 2019 ada 5,31 juta rekening di perbankan yang memiliki saldo di atas Rp 100 juta. Seluruh rekening itu menyimpan dana Rp 5.158,33 triliun atau 85,92% dari seluruh dana pihak ketiga di bank.
Fikri sependapat banyak masyarakat yang berpotensi menjadi investor SBN ritel. Selain sosialisasi yang matang, pemerintah harus tetap menawarkan imbal hasil menarik dan memilih waktu penerbitan yang tepat. “Spread dengan instrumen investasi yang identik harus dijaga, serta momentum penerbitan,” pungkas dia.
Sumber : Harian Kontan
Leave a Reply