Jakarta, Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) Budihardjo Iduansjah optimistis pertumbuhan penjualan barang, khususnya tas dan sepatu, di gerai offline pada tahun depan bertumbuh naik 2-3 persen dibandingkan sekarang. Hal tersebut didorong oleh adanya kebijakan perubahan ambang batas barang impor yang tak kena bea masuk.
“Dengan dukungan Pak Dirjen, pemerintah, Ibu Sri Mulyani, tahun depan saya optimistis kalau ini US$ 3 dolar, KPI kita akan sangat bagus. Untuk tas, sepatu akan lebih growth 2-3 persen naik dibandingkan sekarang,” ujar Budihardjo di Kantor Kementerian Keuangan, Senin, 23 Desember 2019.
Ia mengatakan pada tahun ini pertumbuhan penjualan makanan dan minuman di gerai offline masih relatif bagus, yaitu tumbuh di atas 10 persen. Hanya saja, untuk fesyen, pertumbuhannya kurang bagus karena terpukul barang impor.
“Kemarin saat 11.11 saja paket yang masuk sehari 500 ribu dari Cina, bagai mana industri fesyen bisa bertahan, itu baru satu hari,” ujar Budihardjo. “Pada periode Natal dan Tahun Baru sekarang juga terpengaruh event 12.12 di Cina, sehingga saya rasa akan terpukul di sepatu, tas, dan tekstil.”
Menurut Budihardjo, selama ini anggota Hippindo juga mulai ada yang masuk ke penjualan online, disamping memicu toko offline. Hanya saja, harga yang ditawarkan anggotanya cenderung kurang menarik karena harganya sudah mengikuti aturan di gerai offline. “Sehingga kalau berhadapan dengan itu (e-commerce) ya kami kalah, tidak menarik.”
Sebagai gambaran, kata Budihardjo, ketika Bea Cukai menindak impor barang yang tidak sesuai aturan, misalnya lewat jasa titipan, penjualan Hippindo naik sekitar 3 persen. “Jadi signifikan dengan penindakan dan kebijakan tepat, langsung sehat,” ujarnya.
Kementerian Keuangan sebelumnya merevisi ambang batas nilai barang kiriman yang bebas bea masuk dari sebelumnya US$ 75 per kiriman menjadi US$ 3 per kiriman. Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan penyesuaian de minimis value sebesar US$ 3 diambil dengan mempertimbangkan nilai impor yang sering di-declare dalam pemberitahuan impor barang kiriman alias Consigment Note atau CN adalah US$ 3,8 per CN.
Selain itu, ambang batas untuk pengenaan pajak impor juga diubah dari US$ 75 mejadi tanpa ambang batas. Artinya, pajak sudah dikenakan tanpa kenal de minimis. “Itu sesuai prinsip pajak, de minimis hanya dikenal dalam UU Kepabeanan,” kata Heru.
Kendati demikian, Heru mengatakan pemerintah juga membuat rasionalisasi tarif dari tarif semula yang total di kisaran 27,5 persen hingga 37,5 persen, dengan rincian Bea Masuk 7,5 persen, Pajak Pertambahan Nilai 10 persen, Pajak Penghasilan 10 persen dengan NPWP (nomor pokok wajib pajak) atau PPh 20 persen tanpa NPWP. Nominal itu diubah menjadi sekitar 17,5 persen dengan rincian Bea Masuk 7,5 persen, PPN 10 persen, serta PPh nol persen.
Selanjutnya, pemerintah secara khusus membedakan tarif atas produk tas, sepatu dan garmen. Sehingga, khusus untuk tiga komoditi tersebut, tetap diberikan de minimis untuk bea masuk sampai dengan US$ 3 dan selebihnya diberikan tarif normal (MFN) yaitu Bea Masuk untuk tas 15 persen – 20 persen, sepatu 25 persen – 30 persen, produk tekstil 15 persen – 25 persen. Di samping itu, barang-barang tersebut akan dikenai PPN 10 persen, dan PPh 7,5 persen – 10 persen.
Sumber : tempo.co
Leave a Reply