Optimalkan Basis Amnesti Pajak

Tindak lanjut amnesti pajak akan memberikan dampak signifikan berupa potensi pajak baru untuk mendorong penerimaan pajak yang selama ini jarang mencapai target.

JAKARTA – Pemerintah dinilai perlu mengoptimalkan basis program pengampunan pajak atau tax amnesty untuk menggenjot penerimaan pajak tahun ini. Pasalnya, penerimaan pajak tahun ini diperkirakan sulit tercapai seiring rendahnya realisasi periode sebelumnya dan kondisi perekonomian tak menentu, baik domestik maupun global.

“Pertukaran informasi pajak itu harusnya ditindaklanjuti karena datanya sudah melalui pertukaran antarnegara, tinggal dilakukan penyidikan dan follow up. Ini yang mungkin belum optimal,” kata Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, di Jakarta, Rabu (8/1).

Menurut dia, tindak lanjut tersebut akan memberikan dampak yang signifikan berupa potensi pajak baru untuk mendorong penerimaan pajak yang selama ini jarang mencapai target. Bhima mencatat total nilai repatriasi yang dihasilkan dari program pengampunan pajak sekitar 146 triliun rupiah.

Dalam APBN 2020, pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan yang mencakup pendapatan dari pajak dan kepabeanan cukai mencapai 1.865,7 triliun rupiah. Sedangkan pada 2019, realisasi penerimaan sementara pajak mencapai 1.322,1 triliun atau 84,4 persen dari target 1.577,6 triliun rupiah.

Realisasi penerimaan pajak itu jauh di bawah capaian pada tahun sebelumnya sebesar 92 persen dari target APBN 2018. “Jadi faktor administratif penegakan hukum perpajakan masih lemah,” katanya.

Program amnesti pajak berlangsung mulai 1 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017 atau selama sembilan bulan yang terbagi dalam tiga periode. Masing- masing periode dalam program amnesti pajak itu menawarkan tarif tebusan untuk repatriasi maupun deklarasi yang berbeda-beda.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) sebanyak 956.793 wajib pajak mengikuti program tersebut dengan nilai harta deklarasi dalam negeri tercatat 3.676 triliun rupiah dan nilai harta deklarasi luar negeri tercatat sebesar 1.031 triliun rupiah.

Selain itu, komitmen repatriasi pajak tercatat sebesar 147 triliun rupiah atau sekitar 14,7 persen dari target 1.000 triliun rupiah. Program itu juga menampung realisasi uang tebusan mencapai 129 triliun rupiah dari total target penerimaan seluruhnya 165 triliun rupiah.

Penurunan PPN

Terkait penurunan realisasi penerimaan pajak pada 2019, salah satu penyebabnya adalah penurunan pajak pertambahan nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang realisasinya mencapai 532,9 triliun rupiah atau 81,3 persen dari target 665,4 triliun rupiah. Pencapaian itu melambat dibandingkan pada 2018 yang mencapai 537,3 triliun rupiah atau 99,2 persen dari target 541,8 triliun rupiah.

Pengamat ekonomi dari Center of Reform on Economic (Core) Muhammad Faisal menilai penurunan penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) pada 2019 belum tentu disebabkan konsumsi rumah tangga yang melemah.

“Kalau yang dipajaki dengan PPN itu rata-rata sektor formal yang tercatat padahal aktivitas ekonomi, konsumsi di antaranya itu lebih banyak tidak tercatat bahkan sektor informal lebih besar,” katanya. 

Sumber: Koran-Jakarta.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only