Ekonom: Perbaikan keseimbangan primer terhambat siklus ekonomi yang melemah

JAKARTA. Keseimbangan primer kembali mengalami pelebaran defisit pada APBN 2019 lalu. Padahal pemerintah menargetkan keseimbangan primer positif alias surplus dalam jangka lima tahun ke depan. 

Kementerian Keuangan  melaporkan realisasi sementara keseimbangan primer APBN 2019 tercatat mengalami defisit sebesar Rp 77,5 triliun. Realisasi tersebut jauh lebih besar dari yang awalnya ditargetkan pemerintah yaitu hanya defisit Rp 20,1 triliun.

Selain itu, realisasi defisit keseimbangan primer tahun lalu juga melonjak 574,5% dari defisit keseimbangan primer pada tahun 2018 yang hanya Rp 11,5 triliun. Padahal, defisit keseimbangan primer tahun 2018 tersebut telah menjadi yang terkecil sejak tahun 2012. 

Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, realisasi keseimbangan primer APBN sejatinya telah mengalami perbaikan dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu terlihat dari besaran defisit yang semakin mengecil dari tahun ke tahun. 

Tahun 2015, defisit keseimbangan primer masih sebesar -1,24% dari PDB. Defisit konsisten menurun hingga level terendah yaitu -0,08% dari PDB pada 2018.

“Tapi tahun lalu pemerintah dihadapkan pada pilihan yang cukup sulit di tengah perlambatan siklus ekonomi, di mana penerimaan tertekan tetapi belanja juga harus tetap dipertahankan sehingga konsekuensinya anggaran mengalami pelebaran defisit dan penarikan utang bertambah besar,” tutur Josua saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (13/1). 

Kendati keseimbangan primer anggaran dinilai Josua masih sesuai dengan arah perbaikan, ia memprediksi neraca primer masih akan mengalami defisit di tahun ini. 

Pasalnya, meski penerimaan negara diharapkan membaik, namun tetap belum akan memenuhi kebutuhan belanja yang juga besar. Apalagi, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, pemerintah akan tetap mengandalkan APBN sebagai instrumen untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi (countercyclical). 

“Cukup berat untuk memenuhi target defisit keseimbangan primer di Rp 12 triliun, tapi mungkin pemerintah bisa menekan ke kisaran Rp 30 triliun sampai Rp 50 triliun tahun ini dengan harapan aktivitas ekonomi membaik sehingga penerimaan pajak bertambah,” lanjut dia. 

Josua juga menekankan, selama pemerintah masih menjaga defisit APBN pada kisaran 2%-3%, maka defisit keseimbangan primer pun tidak akan melonjak tinggi. Proyeksinya, defisit keseimbangan primer mestinya tetap berada di bawah kisaran Rp 100 triliun di tahun-tahun ke depan. 

Adapun, ia juga menilai bahwa surplus keseimbangan primer sebaiknya tidak menjadi tujuan utama pemerintah. 

“Fokusnya harus tetap pada optimalisasi penerimaan negara, khususnya pajak dan meningkatkan produktivitas belanja. Surplus pada keseimbangan primer sebenarnya hanya hasil akhir dari kedua langkah perbaikan tersebut,” tandas Josua. 

Sumber: Kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only