Jakarta – Asosiasi maskapai penerbangan Indonesia atau Indonesia National Air Carriers Association (Inaca) bertandang ke Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kemenkeu. Pertemuan ini dilakukan untuk menindaklanjuti permintaan para maskapai soal kelonggaran impor onderdil pesawat.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga DJBC Syarif Hidayat mengatakan bahwa sebetulnya ada fasilitas yang bisa memberikan efisiensi bagi maskapai dalam melakukan impor onderdil pesawat. Fasilitas itu disebut sebagai re-impor barang.
Perlu diketahui setiap maskapai yang melakukan perbaikan pesawat perlu mengirimkan komponen mesinnya ke fasilitas perbaikan pesawat di luar negeri. Setiap komponen yang dikirim ke luar negeri akan dihitung sebagai ekspor, dan saat kembali akan dihitung sebagai impor.
Syarif menjelaskan dengan kebijakan re-impor komponen mesin yang perlu penanganan di luar negeri tak perlu lagi bercap ekspor dan saat kembali tidak menjadi barang impor.
“Jadi ekspor sementara nanti kembali menjadi re-impor istilahnya,” kata Syarif saat ditemui usai diskusi bareng Inaca di kantornya, Jakarta Timur, Senin (13/1/2020).
Keuntungannya, menurut Syarif maskapai tidak perlu membayar pajak ekspor saat mengirim komponen mesin dan membayar pajak impor saat komponen kembali lagi usai perbaikan. Maskapai hanya perlu membayar pajak dari tambahan komponen yang diperbaiki.
Apabila bercap barang ekspor dan impor, maskapai harus membayar pajak secara reguler.
“Itu tidak dikenakan biaya yang banyak secara hanya sekedar value added saja dari pada perbaikan luar negeri. Pajaknya hanya ke part yang kena ganti aja, kalau ekspor impor biasa ya bayar reguler pajaknya,” ungkap Syarif.
Selain itu, Ketua Umum Inaca Denon B Prawiraatmadja mengatakan pihaknya juga mendapatkan informasi soal keringanan pelarangan dan pembatasan (lartas) impor onderdil pesawat. Menurutnya, dari 10 ribu komponen spare part yang dibutuhkan industri penerbangan, 49% masuk dalam kategori lartas.
Denon mengungkapkan Bea Cukai menyarankan maskapai menggunakan fasilitas post border. Setidaknya, 21% barang yang masuk kategori lartas bisa masuk ke gudang milik maskapai terlebih dahulu untuk disimpan tidak perlu tertahan di pelabuhan.
Perlu diketahui barang-barang lartas hanya boleh keluar pelabuhan apabila sederet surat dan perizinan sudah diurus. Dengan adanya postborder, barang bisa langsung dibawa ke gudang sambil diurus izinnya oleh maskapai.
“Saat ini masuk ke kategori lartas ada 49%. Nah sekarang ini ternyata bisa hanya sekitar 28% yang masuk ke kategori lartas. Di mana sebagian besar impor dari barang tersebut itu masuk ke dalam fasilitas post border,” ungkap Denon.
Menurut Denon, meski tidak berpengaruh banyak ke komponen harga pesawat, kemudahan-kemudahan bagi maskapai ini dapat meringankan sederet izin yang mesti dilakukan maskapai.
“Ini memang nggak berpengaruh banyak ke komponen harga tiket, cuma memang mempengaruhi bisnis proses kita. Proses izin dan sebagainya terpangkas,” kata Denon.
Sumber: Detik.com
Leave a Reply