Jalan berliku menuju surplus keseimbangan primer

JAKARTA. Upaya pemerintah dalam mengarahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencapai angka surplus dalam keseimbangan primer tampaknya akan semakin berat. 

Ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global maupun domestik menjadi tantangan dalam mendorong penerimaan negara, terutama pajak, sekaligus mengendalikan belanja negara yang menjadi andalan stimulus ekonomi saat ini. 

Seperti yang diketahui, keseimbangan primer merupakan total pendapatan negara dikurangi belanja negara, di luar pembayaran bunga utang. Apabila keseimbangan primer bernilai negatif, artinya belanja negara masih lebih besar daripada penerimaan, begitu pun sebaliknya. 

Kementerian Keuangan melaporkan realisasi sementara keseimbangan primer APBN 2019 lalu tercatat mengalami defisit sebesar Rp 77,5 triliun. Realisasi tersebut jauh lebih besar dari yang awalnya ditargetkan pemerintah yaitu hanya defisit Rp 20,1 triliun.

Selain itu, realisasi defisit keseimbangan primer tahun lalu juga melonjak 574,5% dari defisit keseimbangan primer pada tahun 2018 yang hanya Rp 11,5 triliun. Padahal, defisit keseimbangan primer tahun 2018 tersebut telah menjadi yang terkecil sejak tahun 2012. 

Dalam narasi Rancangan Awal RPJMN 2020-2024, pemerintah berkomitmen untuk menjaga kesinambungan fiskal dengan APBN yang sehat, seraya tetap memberikan stimulus terhadap perekonomian. Salah satunya ialah mengarahkan keseimbangan primer menuju positif dengan rata-rata 0,1%-0,3% dari PDB selama periode lima tahun ke depan. 

Secara lebih rinci, pemerintah menggambarkan target keseimbangan primer dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2020. Di sana tertulis bahwa pada tahun 2020 ini, keseimbangan primer diperkirakan mulai positif dalam rentang 0,0%-0,23% terhadap PDB. 

Hingga tahun 2024, keseimbangan primer diharapkan tetap positif dan terus meningkat hingga mencapai 0,29%-0,48% dari PDB. 

Jika menilik APBN 2020,  keseimbangan primer masih dipatok defisit dengan nilai Rp 12 triliun di tahun ini.  Namun target tersebut tetap saja jauh lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada tahun 2019 yang telanjur kembali membengkak dari target awalnya. 

Mengarahkan keseimbangan primer menuju surplus tentu tidak mudah di tengah sentimen perlambatan ekonomi saat ini. Kita telah ketahui, penerimaan negara mengalami tekanan dan pada saat yang sama, pemerintah berkomitmen tidak memangkas anggaran belanja agar APBN berperan sebagai instrumen  countercyclical yang bisa menstimulus pertumbuhan ekonomi di dalam negeri. 

“Meski penerimaan negara mengalami tekanan, kami tidak melakukan pemotongan anggaran belanja dan kita tetap dorong kementerian dan lembaga untuk terus belanja sebagai bagian dari menjaga perekonomian dari pelemahan di tahun ini,” tutur Menteri Keuangan Sri Mulyani saat memaparkan kinerja sementara APBN 2019 belum lama ini.

Itu sebabnya realisasi defisit APBN 2019 melebar hingga Rp 353 triliun atau setara 2,2% dari PDB, lebih tinggi dari target awalnya yang hanya 1,84% dari PDB. 

Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Riko Amir menjelaskan, strategi untuk menekan defisit keseimbangan primer tak lain ialah dengan memperkuat pendapatan dan/atau mengendalikan belanja negara agar lebih berkualitas. 

“Strategi pengendalian keseimbangan primer dalam jangka pendek adalah melakukan efisiensi belanja negara antara lain melalui optimalisasi pembiayaan kreatif seperti KPBU dan  blended finance,  optimalisasi barang milik negara (BMN) sebagai pengganti belanja negara, serta penguatan value for money untuk belanja modal di APBN,” tutur Riko kepada Kontan.co.id, Minggu (12/1)

Adapun untuk mengarahkan keseimbangan primer menuju surplus sesuai target pemerintah, dibutuhkan strategi jangka panjang. Yaitu  menurunkan defisit APBN dan mendorong peningkatan penerimaan negara. 

“Misalnya melalui penguatan sistem perpajakan, juga optimalisasi penerimaan dari sektor sumber daya alam (SDA),”  tandas Riko.

Tahun ini, pemerintah memang cukup optimistis dalam mematok target-target APBN. Pendapatan negara diproyeksi tumbuh 10%  year-on-year (yoy) mencapai Rp 2.223,2 triliun, dengan penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.865,7 triliun atau tumbuh 13,5% (yoy).

Belanja negara juga diharapkan tetap tumbuh 8,5% yoy mencapai Rp 2.540,4 triliun, dengan belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.683,5 triliun atau naik 10,2% yoy.

Sehingga defisit APBN 2020 ditargetkan sebesar Rp 307,2 triliun atau 1,76% dari PDB. Serta keseimbangan primer yang dipatok defisit dengan nilai Rp 12 triliun di 2020. 

Sumber: Kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only