“E-Commerce” Raksasa Dunia Tentukan Hidup-Mati Pemasok

JAKARTA – Sejumlah kalangan me­ngemukakan e-commerce raksasa du­nia, seperti Alibaba, Pinduoduo, JD.com, maupun Amazon dengan kekuatan ma­sing-masing ratusan juta pelanggan yang dimilikinya akan menentukan hidup-mati perusahaan pemasok ke depannya.

Oleh karena itu, pemerintah Indone­sia perlu melakukan sejumlah langkah agar produk RI bisa dipasarkan lewat e-commerce global, dengan memanfaat­kan jaringan raksasa perdagangan elek­tronik. (Lihat pointer)

Pakar ekonomi dari Universitas Sura­baya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengemukakan pemerintah harus mulai memutuskan apakah akan memanfaat­kan e-commerce raksasa itu untuk ekspor atau impor yang mematikan bangsa.

“Saat ini deindustrialisasi makin parah, menteri-menteri cenderung memikirkan impor, bukan meningkatkan produktivi­tas untuk ekspor. Padahal, masa depan bangsa di tangan mereka,” papar dia, ke­tika dihubungi, Kamis (16/1).

Wibisono menambahkan banyak pro­duk konsumsi sehari-hari yang sepele ti­dak bisa diproduksi di Tanah Air. “Peniti saja impor, begitu juga baut, sekrup, dan kampak. Apakah kita begitu primitif, gak bisa produksi apa-apa. Ini karena men­teri dan pejabat negara yang hanya mikir rent seeking impor,” papar dia.

Semestinya, lanjut dia, pemerintah melindungi industri dalam negeri de­ngan mengenakan tarif impor tinggi. “Kita harus sadar bahwa devisa kita se­dikit, sehingga rawan gejolak eksternal,” jelas Wibisono.

Menurut dia, pejabat negara dalam beberapa hal bisa mencontoh kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang mampu memenangi pe­rang dagang dengan Tiongkok, dan me­maksakan perdagangan yang berimbang.

“Kalau kamu mau ekspor, harus im­por dari AS juga,” kata Wibisono.

Oleh karena itu, lanjut dia, kalau menteri tidak berjuang membela indus­tri nasional, Indonesia berpeluang ma­kin terpuruk. Utang pemerintah kini hampir 5.000 triliun rupiah.

“Ekonomi Indonesia tidak tergan­tung apakah AS-Tiongkok damai, tapi tergantung RI bisa bela industri nasional atau tidak. Tapi, dalam kondisi negara sedang sakit, setiap hari menteri bicara impor,” tukas dia.

Wibisono juga mengatakan proyek ibu kota baru yang sedang digarap Pre­siden Joko Widodo memang bagus. Te­tapi, tanpa pertumbuhan industri yang memadai, bagaimana utang luar negeri RI akan dibayar. Hanya industri yang bisa bayar pajak dan himpun devisa un­tuk bayar utang.

“Janganlah industri yang sudah bagus dimatikan dengan kebijakan pro impor dan membela kartel untuk rent seeking impor. Ini sama saja bunuh diri,” ujar dia.

Sebelumnya dikabarkan, pemerintah mesti bisa mempengaruhi perusahaan e-commerce skala global, seperti Ama­zon dan Alibaba untuk memasarkan produk-produk Indonesia.

“Indonesia dengan populasi keempat terbesar dunia merupakan pasar yang sangat penting dan strategis untuk per­tumbuhan pasar masa depan bagi Am­azon, Alibaba, dan e-commerce dunia lain. Untuk itu, pemerintah harus mem­punyai pengaruh besar untuk men­dorong e-commerce companies untuk komit mengekspor produk-produk da­lam negeri dari Indonesia,” kata pemer­hati bisnis dalam jaringan (online), Edi Humaidi, Rabu (15/1).

Edi menanggapi kebijakan pemerin­tah India yang mampu mengajak Ama­zon asal Amerika Serikat (AS) mengem­bangkan e-commerce.

Monopoli Pasar

Terkait dengan persaingan pasar e-commerce, Financial Times melaporkan, sekarang ini Alibaba berusaha memo­nopoli pasar online. Bahkan, pemasok Pinduoduo dan JD.com dipaksa memi­lih sekalipun mempunyai omzet besar.

Di pasar belanja online yang sangat kompetitif di Tiongkok, pengalaman pe­masok barang online menjadi semakin umum. Alibaba melawan Pinduoduo, yang dengan cepat membangun basis pelanggan tahunan 536 juta orang, tiga perempat dari total 693 juta Alibaba di Tiongkok, melalui diskon besar-be­saran, permainan, dan promosi pem­belian kelompok. Sekarang, kompetisi utama Alibaba menggantikan JD.com yang memiliki 334 juta pelanggan.

Sumber: Koran-Jakarta.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only