Sederet Jurus Mengejar Pajak Netflix

Jakarta -Polemik fatwa haram untuk Netflix sebaiknya dihentikan dan mengalihkan fokus pada kewajiban pajak perusahaan berbasis digital tersebut. Pasalnya, Netflix sudah lama mengeruk keuntungan di tanah air namun belum berkontribusi banyak bagi perekonomian nasional.

Sebelumnya beredar kabar Majelis Ulama Indonesia (MUI) berencana mengeluarkan fatwa haram jika layanan streaming Netflix terbukti ada konten negatif. Namun belakangan MUI menegaskan tak pernah ada rencana seperti itu.

Direktur Riset Core Indonesia, Piter Abdullah Redjalam menilai pemerintah harus segera mencarikan solusi untuk mengatur layanan video streaming Netflix tetap bisa dinikmati masyarakat namun memberikan kontribusi bagi negara.

“Kalau mau tangkap tikus jangan lumbungnya yang dibakar. Kalau ada film yang vulgar jangan Netflixnya yang diharamkan, di dalam Netflix kan ada juga film yang baik,” kata Piter saat dihubungi detikcom, Jakarta, Jumat (24/1/2020).

Dia menyarankan salah satu upayanya adalah mengatur soal pajaknya sehingga Netflix berkontribusi pada penerimaan negara. Setelah itu pemerintah bisa mengatur konten filmnya.

“Harusnya dicarikan solusi bagaimana agar film-film vulgar tersebut bisa terseleksi dan tidak diputar, atau dilakukan sensor terlebih dahulu, pasti ada solusinya,” ujarnya.

Pemerintah lewat Kementerian Keuangan pada akhirnya menerbitkan jurus mengejar pajak perusahaan berbasis digital yang selama ini meraup keuntungan di Indonesia. Seperti Google, Netflix, Spotify, Facebook, Twitter, dan lainnya.

Amunisi tersebut tertuang dalam RUU ketentuan dan fasilitas perpajakan untuk penguatan perekonomian. RUU ketentuan dan fasilitas perpajakan untuk penguatan perekonomian sendiri sudah dibahas pada Desember 2019. Rencananya aturan ini akan masuk dalam UU omnibus law perpajakan yang akan diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, cara tersebut tertuang dalam rancangan undang-undang (RUU) tentang ketentuan dan fasilitas perpajakan untuk penguatan perekonomian.

“Walau mereka tak punya kantor cabang di Indonesia tapi kewajiban pajak tetap ada. Karena mereka ada Significant Economic Presents,” kata Sri Mulyani di kantor Presiden, Jakarta, Selasa (3/9/2019).

Sri Mulyani bilang, ketentuan pengenaan pajak Google cs ini sudah dibahas dalam pertemuan G20. Awalnya, pengenaan pajak harus menghadirkan fisik perusahaan di negara yang ingin mengenakan pajak, seperti Indonesia. Dengan RUU ini, kata Sri Mulyani, pemerintah tidak lagi mewajibkan fisik kantor perusahaan berbasis digital internasional di Indonesia.

Terdapat sembilan poin penting dalam RUU ini, salah satunya yang untuk mengejar pajak Netflix Cs. Berikut bunyi aturannya RUU ini tidak mengatur soal badan usaha tetap (BUT) bagi perusahaan berbasis digital internasional seperti Amazon dan Google agar tidak harus hadir perusahaan cabangnya di Indonesia, namun pemerintah tetap mewajibkan pengenaan pajaknya. Tujuannya, supaya ada level playing field terhadap kegiatan digital terutama perusahaan besar yang selama ini beroperasi across border. Tarifnya akan ditetapkan dalam PPh dan PPN dalam RUU ini.

Sumber: detik.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only