Berlaku 30 Januari 2020, Belanja Online Barang Impor Kena Pajak, Kecuali Buku Pelajaran

Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK 010 2019 mengatur mengenai pengenaan tarif bea impor baru.

Ini berarti belanja online barang impor praktis dikenakan pajak. Namun ada pengecualian barang yang akan dibebaskan dari aturan itu.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengatakan bahwa buku pelajaran tak akan dikenakan pajak impor barang kiriman pada 30 Januari 2020.

Direktur Teknis Kepabeanan R Fadjar Donny mengatakan hal itu dilakukan untuk mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan literasi masyarakat Indonesia.

“Demi meningkatkan literasi bangsa maka buku impor tidak akan dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas impor,” ujarnya saat dalam sosialisasi impor barang kiriman, Jumat (24/1/2020).

Menurut aturan Menteri Keuangan (PMK) No. 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman, terdapat tarif untuk barang khusus.

Buku sendiri sebagai barang khusus yang dimaksud dengan kode HS 49.01 s.d 49.04 berupa buku pengetahuan akan dikenakan tarif Bea Masuk, PPN, dan PPh sebesar 0%.

Dalam PMK terbaru ini, pemerintah mempertegas definisi buku sebagai karya tulis dan/atau karya gambar yang diterbitkan berupa cetakan berjilid atau berupa publikasi elektronik yang diterbitkan secara tidak berkala.

Atas impor dan/atau penyerahan buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama, dibebaskan dari pengenaan PPN.

Begitu juga dengan orang pribadi atau badan yang melakukan impor dan/atau yang melakukan penyerahan dibebaskan dari pengenaan PPN.

Adapun buku pelajaran umum yang bebas PPN harus merupakan buku pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan.

Buku pelajaran umum juga bisa merupakan buku umum yang mengandung unsur pendidikan.

Buku umum yang mengandung unsur pendidikan dapat diberikan fasilitas pembebasan PPN apabila memenuhi sejumlah ketentuan.

Yaitu, tidak bertentangan dengan nilai pancasila, tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan, tidak mengandung unsur pornografi, unsur kekerasan, dan ujaran kebencian.

Sementara, ketentuan mengenai kitab suci tidak berubah dari peraturan sebelumnya.

Pembebasan PPN berlaku bagi kitab suci agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, dan Budha, maupun kitab lainnya yang telah ditetapkan Kementerian Agama sebagai kitab suci, termasuk tafsir dan terjemahannya.

Bagaimana untuk Barang dari Batam?

Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK 010 2019 mengatur mengenai pengenaan tarif bea impor baru.

Di dalam aturan tersebut, bea cukai menyesuaikan nilai pembebasan bea masuk atas barang impor dari yang sebelumnya 75 dollar AS per kiriman menjadi 3 dollar AS per kiriman.

Aturan tersebut mulai berlaku pada 30 Januari 2020 mendatang untuk seluruh pelabuhan ataupun untuk setiap transaksi internasional di dalam negeri.

Lalu bagaimana dengan Batam yang merupakan kawasan perdagangan bebas?

Di dalam beleid tersebut dijelaskan, seluruh barang dari luar negeri yang masuk ke Batam tidak dikenakan bea masuk dan pajak impor.

Namun demikian, apa bila barang tersebut dikeluarkan dari Batam ke wilayah Indonesia lainnya maka akan dikenakan bea masuk dan pajak impor sesuai dengan yang telah ditentukan.

“Pengeluaran barang impor dari kawasan pelabuhan bebas dan perdagangan bebas atau kawasan ekonomi ainnya ke tempat lain dalam daerah pabean melalui barang kiriman diberikan pembebasan bea masuk dan cukai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 dan pasal 14,” jelas pasal 44 ayat 1 aturan tersebut.

“Penetapan tarif dan pembebasan bea masuk dan pemungutan pajak dalam rangka impor atas barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat 1, 2, 3, dan 4,” jelas aturan tersebut lebih lanjut.

Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga DJBC Syarif Hidayat membenarkan hal tersebut.

“Jadi semua barang dari Batam eks luar negeri yang masuk ke daerah Indonesia lainnya dianggap impor,” ujar dia ketika dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (24/1/2020).

Sebagai informasi, sebelumnya Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi menjelaskan, dengan diturunkan nilai ambang batas, maka pemerintah pun melakukan rasionalisasi besaran tarif.

Saat ini, tarif yang berlaku sebesar 17,5 persen yang terdiri atas bea masuk 7,5 persen dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen dan Pajak Penghasilan (PPh) 0 persen.

Adapun sebelumnya, besaran tarif untuk produk impor di atas 75 dollar AS sebesar 27,5 persen hingga 37,5 persen.

Tarif tersebut terdiri atas bea masuk sebesar 7,5 persen, Pajak Penghasilan (PPN) sebesar 10 persen, dan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 10 persen untuk yang ber NPWP dan 20 persen yang tak memiliki NPWP.

Selain itu, untuk produk tekstil, tas, dan sepatu diterapkan tarif yang berbeda. Untuk tas, sepatu dan produk tekstil seperti baju, besaran tarif ketiga produk tersebut tetap mengikuti tarif normal.

Adapun bea masuknya berkisar 15-20 persen untuk tas, 25 persen-30 persen untuk sepatu dan 15 persen hingga 20 persen untuk produk tekstil. Belum ditambah PPN sebesar 10 persen dan PPh 7,5 persen hingga 10 persen.

Sumber: Tribunnews.com


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only