World Bank: Peran RI di Global Kian Kecil

JAKARTA. Bank Dunia menilai partisipasi Indonesia dalam pasokan global dalam meningkatkan nilai tambah atau global value chain belum maksimal. Penyebabnya Indonesia masih belum maksimal dalam mengembangkan produk perdagangan dan masih tingginya biaya transportansi.

Menurut Chief Economist East Asia dan Pacific Bank Dunia Aaditya Mattoo, keikutsertaan Indonesia dalam rantai perdagangan dunia ini masih memiliki beberapa sisi yang bertolak belakang.

Indonesia mencatat partisipasi yang tinggi dan berkembang sebagai negara pengekspor komoditas mentah untuk bahan baku ke negara lain seperti ekspor kosmetik serta minyak pelumas. Hanya saja, partisipasi Indonesia dalam mengimpor bahan baku untuk diolah dan kembali diekspordalam bentuk barang jadi masih rendah. Bahkan makin melemah beberapa tahun ini.

“Sebagai bukti, proporsi ekpsor Indonesia untuk produk pakaian jadi, elektronik, dan suku cadang mobil ke negara-negara maju malah turun. Sementara itu, negara-negara tetangga meningkatkan. Padahal, mengimpor untuk mengekspor merupakan inti dari global value chain,” jelas Aaditya pada Selasa (28/1).

Selain itu, Aaditiya juga melihat partisipasi Indonesia dalam mengirimkan komoditas mentah memang telah menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan berpotensi mengurangi kemiskinan, apalagi bila harga-harga komoditas tersebut sedang tinggi. Naumun, Indonesia masih menunjukkan adanya perlemahan partisipasi di industri manufaktur sehingga ini tidak efektif dalam menopang pencapaian yang ada.

Selain itu, Bank Dunia juga mengkritik adanya kendala bagi Indonesia dalam rantai perdagangan dunia lantaran penerapan tarif yang tinggi.

Selain itu saat ini beban biaya inspeksi pra pengiriman Indonesia masih setara dengan US$ 0,41 dollar Amerika Serikat (AS) dari impor, selain itu ada juga beban biaya pemenuhan standar nasional Indonesia (SNI) sebanyak US$ 0,29, serta persetujuan impor sebanyak US$ 0,13.

Bahkan, pada tahun 2018, Bank Dunia menemukan bahwa lebih dari 60% nilai impor terkena dampak peratran pelarangan impor. Angka ini meningkat cukup tajam dari tahun 2009 yang hanya mencatat 20%.

Aaditiya pun mengungkapkan kelemahan Indonesia dalam global value chain lainnya disebabkan oleh tingginya biaya trasportasi yang disebabkan oleh rumitnya peraturan.

Menanggapi penilaian Bank Dunia ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berjanji akan memperkuat dan memperluas peran Indonesia dalam rantai nilai global. Hanya saja ia belum memperinci.

Seperti diketahui sektor manufaktur Indonesia mengalami perlambatan dalam lima tahun terakhir sehingga melemahkan impor nahan baku.

Sumber: Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only