Resiko Tenkanan Anggaran Berulang Lagi Tahun Ini

JAKARTA. Pembukuan tahun ini diwarnai dengan sejumlah gejolak perekonomian global sehingga, menggeras optimisme pertumbuhan ekonomi dan perdagangan global 2020. Kondisi ini menjadi tantangan berat bagi pemerintah dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, optimisme perbaikan pertumbuhan ekonomi dan perdagangan global yang telah dirasakan sejak akhir tahun lalu, pudar di awal januari 2020.

“Semua outlook pada fall (September-November) 2019 menggambarkan ekonomi dunia akan mengalami recovery, baik dari sisi pertumbuhan maupun perdagangan. Naumn masuk Januari muncul resiko-resiko,” katanya saat rapat kerja di Komisi XI DPR membahas outlook perekonomian 2020, Selasa (28/1).

Beberapa resiko ini pertama meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Iran pasca penembakan Jenderal Soleimani. Kedua, kisruh politik di Amerika Serikat yakni proses pemakzulan Presiden AS Donald Trump uang memicu sentimen negatif perekonomian global.

Ketiga, teranyar, merebaknya virus korona dari Wuhan Provinsi Hubei China yang menular ke 18 negara. Hingga Selasa (28/1) pukul 22:00 WIB sebanyak 4.474 orang terinfeksi virus ini, dengan korban meninggal dunia 107 orang.

Hal ini yang semakin menimbulkan pesimisme yang menggulung ekonomi di Januari. “Tahun baru China biasanya dianggap salah satu momentum China bisa memperbaiki pertumbuhan ekonominya domestik yaitu konsumsi, tetapi kini tidak teralisasi dan kehilangan momentumnya,” tambahnya.

Peristiwa-peristiwa yang ini bisa memengaruhi keputusan investasi di dalam negeri. Padahal, konsumsi dan investasi menjadi sumber utama perbaikan ppertumbuhan ekoomi Indonesia tahun 2020.

Tak hanya itu, sentimen negatif berimbas terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Terutama, pada penerimaan perpajakan yang terpukul oleh tiga faktor utama: harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) lebih rendah dari asumsi , nilai tukar rupiah yang lebih kuat, dan realisasi lifting migas gagal memenuhi target lagi.

Menkeu menyebut APBN 2020 akan mengalami deviasi. Ia memperkirakan tahun 2020 akan mengulang kondisi 2019 lalu, karena pengaruh harga minyak dan nilai tukar, serta produksi minyak dan gas yang siap jual atau lifting, sehingga memberikan resiko terhadap penerunan pertumbuhan penerimaan perpajakan.

Bukan tidak mungkin, defisit anggaran tahun ini bakal melebar dari target 1,76% dari produk domestik bruto (PDB) sebagaimana pelebaran yang terjadi pada tahun lalu. Namun, pemerintah akan tetap mempertahankan target defisit 2020 tersebut.

PDB turun hingga 0,4%

Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal sebelumnya menghitung, jika kasus virus korona saja berkepanjangan lebih dari empat bulan, maka berpotensi menurunkan pertumbuhan PDB Indonesia sekitar 0,2%-0,4%.

Namun, Staf Ahli Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional Kemkeu Suminto mengatakan, pemerintah akan terus membaca dan melihat seluruh potensi resiko global maupun domestik di saat yang sama, pemerintah juga akan terus melihat potensi pertumbuhan ekonomi agar momentum tetap terjaga di tahun 2020 ini.

Komisi XI DPR RI mempertanyakan strategi konkret pemerintah perpajakan tahun ini, “Peningkatan penerimaan perpajakan ini dari mana? Apakah ada penggeliatan ekonomi pada sejumlah sektor riil, atau ada penembahan objek pajak, atau ekstensifikasi bisnis pembayar pajak?” kata Sihar Sitorus, Anggota Komisi XI Fraksi PDI-Perjuangan.   

Sumber: Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only