Pemerintah Anggarkan Rp 18,67 Triliun ke Sektor Properti

JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah memberikan insentif ke sektor properti. Adapun insentif yang diberikan pembebasan pajak hinggan subsidi.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan sektor properti memiliki multiplier effect untuk 170 industri lainnya, sehingga turut mendorong ekonomi nasional.

“Sektor properti selalu kita percaya adalah lokomotif pembangunan karena sektor ini sangat penting,” ujarnya saat acara ‘BTN Market Outlook 2020’, Senin (3/2) malam.

Suahasil menjelaskan insentif yang telah diberikan mengenai pembebasan PPN bagi rumah sederhana dan korban bencana. Pembebasan PPN juga diberikan pada pemilik rusun yang nilai rumahnya di bawah Rp 250 juta. Lalu, ada juga pembebasan PPN untuk peralihan tanah dan bangunan.

Selanjutnya, insentif berupa tarif PPnBM dan PPh bagi properti mewah yang nilainya Rp 30 miliar ke atas. Tarif PPh Pasal 22 rumah mewah menjadi satu persen dari yang sebelumnya lima persen.

“Insentif simplifikasi jual tanah atau bangunan ini permintaan developer, itu semua insentif fiskal yang bisa diambil untuk berbagai macam level,” jelasnya.

Menurutnya pemerintah juga telah mengucurkan subsidi ke sektor perumahan. Pada 2020, pemerintah mengalokasikan Rp 18,67 triliun. Rinciannya, dana bergulir FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) sebesar Rp 9 triliun, SBUM (Subsidi Bantuan Uang Muka) sebesar Rp 600 miliar, subsidi kredit selisih bunga (SSB) sebesar Rp 3,87 triliun, dan PMN untuk PT SMF (Persero) sebesar Rp 2,5 triliun.

Kemudian pemerintah juga menurunkan tarif PPh Badan menjadi 20 persen dari sebelumnya 25 persen. Insentif ini akan masuk dalam UU Omnibus Law Perpajakan yang direncanakan draft UU akan disetor ke DPR pada pekan depan.

“Kalau omnibus ini bisa diselesaikan maka jadi fundamental baru, bagi pajak dan berusaha di Indonesia, ini yang kita inginkan,” ucapnya.

Suahasil menyebut permasalahan mendasar yang dialami Indonesia adalah jumlah peraturan yang terlalu banyak, sehingga menghambat dunia usaha. Menurutnya, jika Indonesia ingin membuat tata kelola yang berbeda maka pemerintah harus menata ulang beberapa peraturan yang menjadi hambatan.

“Kita merumuskan beberapa Omnibus Law. Sekarang ada dua omnibus kita desain. Ini langkah yang cukup bold kalau disetujui parlemen,” ucapnya.

Suahasil mengakui perpajakan Indonesia tidak berada pada kondisi level of playing field atau tiap pelaku usaha memiliki peluang yang sama untuk sukses. Bahkan, menurutnya ada gap antara subyek pajak luar negeri dan dalam negeri.

Maka adanya Omnibus Law, Suahasil menyebut aturan tersebut akan merespons hambatan yang selama ini terjadi. Bahkan secara khusus, aturan ini juga bakal merespon permintaan soal penurunan tarif PPh Badan dari 25 persen ke 20 persen.

“Cukup bold karena 25 persen itu, sesuai dengan negara sekitar Thailand, Filipina. Itu masih compare. Kita siap menurunkan PPh badan supaya dunia usaha yang bekerja,” ujarnya.

Sumber : REPUBLIKA.CO.ID

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only