Menutup Celah Pajak

Ada angin segar bagi pemungut pajak di Indonesia. Pemerintah Indonesia akhirnya mencapai kesepakatan dengan pemerintah Singapura untuk meneken perjanjian Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda atau P3B. Dalam istilah global perjanjian ini dikenal dengan Avoidance of Double Taxation Agreements (DTA).

Besar harapan, perjanjian baru ini bisa mengurangi dugaan adanya penghindaran pajak baik dari individu maupun badan usaha yang ada di kedua negara. Dalam kasus hubungan klaim pajak antar negara ini, Indonesia memang lebih banyak menjadi objek dari penghindaran pajak.

Maklum dengan jumlah penduduk lebih dari dari 260 juta jiwa, Indonesia tentu menjadi salah satu pasar yang menarik bagi berbagai jenis produk barang dan jasa. Namun tidak semua pengusaha global mau mendirikan bisnis khusus di Indonesia, sebagai anak usaha, melainkan hanya membuka kantor cabang sebagai operasional saja.

Bahkan, meskipun semua proses produksi ada di Indonesia, kantor pusatnya tidak ada di Indonesia melainkan di negara tetangga seperti Singapura. Banyak objek pajak yang bisa menjadi tempat menghindar. Mulai dari pajak penghasilan (PPH) baik orang pribadi maupun badan usaha. Selain itu pajak atas royalti pajak atas dividen, pajak atas bunga juga pajak atas capital gain, baik surat berharga maupun properti.

Kesepakatan ini merupakan amandemen perjanjian yang ditandatangani pada 8 Mei 1990 dan berlaku efektif 1 Januari 1992. Jalan perundingan tax treaty ini cukup panjang. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut, perundingan dilakukan dalam lima putaran. Pertama, 8-10 Juli 2015 di Batam Kepulauan Riau; Kedua setahun kemudian pada 27-29 Juli 2016 di Singapura; Ketiga, 12-14 September 2018 di Singapura; keempat 26-28 November 2018 di Jakarta, dan kelima, 6-9 Januari 2020 di Singapura.

Indonesia berharap, pembaruan perjanjian ini bisa mendongkrak nilai investasi masuk ke Indonesia. Sebab dengan P3B diharapkan tidak akan ada lagi penghindaran pajak atau kasus lain seperti transfer pricing juga side streaming yang bisa merugikan kedua belah pihak.

Hanya saja, berapa besar dampak terhadap penerimaan pajak, hingga kini belum bisa diukur. Meskipun demikian hal ini tentu menjadi angin segar di tengah tren penerimaan pajak yang sedang lesu. Sebagai gambaran tahun ini kantor pajak harus mengumpulkan setoran Rp 1.642,57 triliun pada kondisi ekonomi global sedang melambat.

Sumber: Kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only