Barang Bawaan Tak Boleh Lebihi 500 US Dollar

Customer Service (CS) bandara memiliki peranan penting dalam upaya melindungi masyarakat dari masuknya barang-barang berbahaya melalui Comunity Protector . Hal yang sering terjadi yaitu banyaknya terjadi kasus penangkapan Narkoba di bandara. CS bandara juga berperan dalam pembatasan masuknya barang-barang ekspor dan impor. Untuk pembatasan angka maksimal nilai barang yang ditetapkan yakni sebesar 500 US Dollar.

Kasubsie Hanggar dan Pabean Cukai di Bandara pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean (TMP) Tanjung Emas, Satria Yuda, mengatakan, pelarangan dan pembatasan masuk serta keluarnya barang-barang yang ditentukan tersebut merupakan bagian dari tugasnya. Hal itu telah sesuai berdasarkan PMK Nomor 203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut.

“Pembatasan bagi satu orang penumpang yakni angka yang dibebaskan hanya mencapai 500 US Dollar. Itu batasan yang tidak dikenakan bea masuk dan pajak dalam rangka impor,” ujar dia, di sela-sela kegiatan Gathering Backpacker International Chapter Jateng bersama Ditjen Bea dan Cukai, di Star Hotel Semarang, Minggu (9/2).

Adapun batasan lainnya, kata dia, juga bisa didasarkan atas jumlah barang bawaan. Dicontohkannya, saat seseorang hendak bepergian atau datang dari luar negeri membawa lebih dari 10 potong pakaian baru, maka tidak diperbolehkan. Termasuk di dalamnya minuman mengandung etanol, bila melebihi dari satu liter maka dilarang untuk dibawa. “Untuk rokok, batasannya hingga 200 batang. Kalau barang-barangnya lebih di atas itu, maka akan dimusnahkan,” kata dia.

Adapun Panitia Pelaksana Kegiatan, Intania Risa, mengatakan, acara ini merupakan kelanjutan dari kegiatan penyuluhan yang digelar di Jakarta. Hal itu karena adanya ketertarikan dari backpacker

di daerah-daerah terkait penyuluhan barang bawaan dan kiriman dari luar negeri.

”Untuk Chapter Jawa Tengah merupakan yang pertama kali diadakan dengan backpacker internasional. Tenyata, banyak dari backpacker kemudian juga bertindak selaku Jasa Titipan (Jastip). Mereka banyak yang tidak tahu, karena belum diatur secara spesifik,” ungkap dia.

Selama ini, kata Risa, aturan itu masuk di dalam barang bawaan penumpang. Selebihnya itu, backpacker atau Jastip akan membayar sesuai dengan pajak-pajak yang telah ditentukan. “Selama ini hal tersebut belum terinformasikan dengan baik. Terkadang ada kebingungan, kenapa hanya orang-orang tertentu saja yang ditangkap sementara yang lain tidak. Padahal, mereka sama-sama membawa barang yang tidak berbeda,” imbuh dia.

Kegiatan ini diikuti 65 backpacker yang berasal dari Kota Semarang dan kota luar seperti Surabaya.

Sumber : suaramerdeka.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only