JAKARTA – Keinginan pemerintah untuk meningkatkan peringkat kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EODB) menjadi urutan ke-40 dari 190 negara mesti segera direalisasikan dengan memperbaiki indikator sesuai dengan yang dibuat Bank Dunia. Untuk itu, sejumlah kalangan menyatakan pemerintah mesti mengutamakan kepastian hukum agar memberikan dampak luas terhadap perekonomian.
Peneliti ekonomi Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan selain permasalahan regulasi, kemudahan berbisnis juga ditentukan oleh kemudahan perizinan dan kepastian hukum.
“Selain regulasi, kemudahan berbisnis juga ditentukan oleh komponen lain, yaitu infrastruktur kelistrikan yang memadai, akses pembiayaan yang mudah didapat pengusaha dan biaya bunga yang rendah, tarif pajak yang kompetitif, perlindungan terhadap investor minoritas. Tapi, terpenting lagi kepastian hukum,” ujar Bhima saat dihubungi, Kamis (13/2).
Menurut Bhima, kepastian hukum terkait dengan kemudahan perizinan, perlindungan terhadap investor, dan pemberantasan korupsi.
“Adanya kasus Jiwasraya, Asabri, dan AJB Bumiputera sangat menurunkan kepercayaan investor karena adanya ketidakpastian penyelesaian sengketa pembayaran polis,” tegasnya.
Bhima mengatakan kepastian hukum juga berhubungan dengan keputusan pemerintah maupun pengadilan.
“Keputusan pemerintah mesti memberikan kepastian berusaha, bukan untuk dimanfaatkan oleh pemburu rente. Demikian juga keputusan pengadilan, mesti memberikan efek jera sehingga tidak lagi terulang kasus korupsi atau kasus hukum lainnya,” katanya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memerintahkan para menteri untuk mengakselerasi peringkat EODB Indonesia agar berada di posisi 40 dari 190 negara yag disurvei Bank Dunia. Menurut Presiden, ada empat komponen yang berada pada peringkat di atas 100 yakni memulai usaha (starting a business) yang peringkatnya masih di 140, kemudian perizinan mendirikan bangunan (dealing with construction permit) masih di posisi 110. Selanjutnya, pendaftaran properti (registering property) yang justru naik ke level 106, dan perdagangan lintas negara (trading across border) yang stagnan pada posisi 116 (lihat infografis).
Diketahui, Bank Dunia setiap tahun mengeluarkan laporan tentang kemudahan berbisnis 190 negara berdasarkan 10 indikator. Apabila Indonesia naik peringkat ke-40, posisinya akan menggusur Vietnam yang berada di peringkat 69, Brunei Darussalam peringkat 55, Tiongkok peringkat 46, dan mendekati Jepang yang berada di peringkat 39.
Dicapai 3 Tahun
Sementara itu, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengatakan target peringkat kemudahan berusaha ke posisi 40 baru bisa dicapai dalam tiga tahun ke depan. Dia juga menekankan BKPM siap memperbaiki setiap komponen pada ekonomi untuk mendongkrak posisi Indonesia yang saat ini bertengger di peringkat 73.
“Saya pikir itu beberapa hal yang perlu disampaikan dan kami targetkan tahun 2021, EODB kita akan naik peringkat. Lalu sesuai Presiden, 2023 menjadi 40,” ujar Bahlil.
Bahlil menjelaskan, dari 10 indikator EODB, pihaknya sudah melakukan beberapa perbaikan. Adapun perizinan IMB dari 191 hari sekarang dipangkas hanya menjadi 54 hari di Kementerian PUPR.
Menurut Bahlil, langkah itu adalah salah satu contoh perbaikan yang sudah dilakukan untuk perbaikan peringkat kemudahan berusaha di Indonesia. “Juga kita bagaimana mensimplifikasi dari sisi persyaratan maupun sisi waktu,” jelasnya.
Sedangkan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Industri Energi, Minyak, dan Gas (Migas), Bobby Gafur Umar, mengatakan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja akan berdampak luas bagi dunia usaha dan perekonomian nasional. “Sebenarnya, masih banyak peraturan yang tidak harmonis, baik di tingkat pusat maupun daerah. Saya yakin omnibus law akan memangkas, menyederhanakan, dan menyelaraskan aturan yang tumpang tindih. Omnibus law akan berdampak luas bagi dunia usaha dan perekonomian nasional,” katanya.
Sumber : Koran-Jakarta.com
Leave a Reply