Menerka Biaya Langganan Netflix dan Spotify Pasca Omnibus Law

JAKARTA – Pemerintah berencana mengenakan pajak pada penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) asing atau di luar pabean dalam Omnibus Law Perpajakan, salah satunya mengenai pajak pertambahan nilai (PPN).

Berdasarkan draf yang diterima Bisnis, dalam Omnibus Law Perpajakan pasal 15 disebutkan pengenaan PPN atas pemanfaaatan barang kena pajak tidak berwujud dan atau jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean melalui perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), mengikuti ketentuan Undang-Undang No.42/2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).

Apabila mengacu pada ketentuan tersebut maka seluruh perusahaan over the top (OTT) dari luar negeri akan dikenakan PPN sebanyak 10 persen, termasuk penyedia layanan tayangan dan audio streaming seperti Netflix, Spotify, dan Joox.

Pada pasal yang sama perusahaan OTT asing tersebut juga diwajibkan untuk menunjuk perwakilan yang berkedudukan di Indonesia untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPN.

Melalui kewajiban tersebut, sederhananya akan melahirkan dua opsi bagi OTT asing.

Pertama, menambahkan tarif PPN pada harga yang berlaku saat ini. Kedua, melakukan penurunan harga jual produk sebelum dikenakan PPN, agar harga akhir di tingkat konsumen tidak mengalami perubahan setelah dikenakan PPN.

Apabila opsi pertama diambil oleh perusahaan OTT asing, maka tentu saja akan berdampak pada kenaikan harga produk yang dijual.

Ambil contoh Netflix yang saat ini mengenakan memiliki empat paket layanan dengan tarif bulanan yang beragam masing-masing Rp49.000 untuk paket ponsel, Rp109.000 untuk paket dasar, Rp139.00 untuk paket standar dan Rp169.000 untuk paket premium.

Ketika PPN dikenakan pada produk Netflix tersebut maka harga jualnya akan berubah menjadi Rp53.900 untuk paket ponsel, Rp119.000 untuk paket dasar, Rp152.000 untuk paket standar dan Rp169.000 untuk paket premium.

Sementara itu, bagaimana dengan Spotify? Aplikasi penyedia jasa streaming audio ini mengenakan biaya langganan sebesar Rp49.990 per 3 bulan untuk pembayaran menggunakan kartu debit atau kartu kredit. Untuk pembayaran menggunakan pulsa, tarifnya Rp54.990 per 3 bulan.

Dengan demikian, apabila PPN ditambahkan dari harga biaya langganan yang berlaku saat ini tersebut, maka paket langganan menggunakan pembayaran kartu kredit dan debit menjadi Rp54.989 per 3 bulan. Selanjutnya, apabila pembayarannya menggunakan pulsa maka tarif langganan akan membengkak menjadi Rp60.489 per tiga bulan.

Kendati demikian, berangkat dari situasi di atas, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo memperkirakan penyedia layanan platform streaming asing tersebut nantinya tidak akan menaikan harga sepenuhnya mengikuti aturan PPN sebesar 10 persen.

Menurutnya, kenaikan harga yang diterapkan penyedia layanan platform streaming akan dibarengi dengan langkah backward shifting atau menyubsidi sebagian beban yang ditetapkan sesuai dengan aturan PPN.

“Saya kira akan separuh-separuh. Jadi, risiko kenaikan harga ditanggung kedua belah pihak [pelaku usaha dan konsumen],” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (15/2/2020).

Dia juga meyakini tingkat konsumsi masyarakat terhadap platform layanan streaming tidak akan mengalami penurunan. Pasalnya, layanan yang disajikan oleh platform menonton streaming, dinilai bukanlah jenis jasa yang memiliki substitusi.

Lebih jauh, lanjut Yustinus, akan terjadi kompetisi yang lebih adil, sekaligus hadir inovasi-inovasi dari perusahaan penyedia layanan streaming sebagai upaya untuk mempertahankan konsumen.

Sumber: Bisnis.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only