Rezim Digital seperti Facebook dan Google Harus Kena Pajak

Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire mendesak seluruh perusahaan digital seperti Amazon, Facebook dan Google, yang menghasilkan keuntungan di banyak negara tanpa menghadirkan kantor fisik (branchless office) harus dikenakan pajak sesuai tingkatannya.

Hal ini diungkapkannya saat berbicara di hadapan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral Kelompok G20 di Riyadh, Arab Saudi. Dalam pertemuan tersebut dibahas masalah ekonomi global, salah satunya pajak untuk perusahaan digital.

“Saya meminta harus ada konsensus luas sesama anggota G20 tentang diperlukannya sistem perpajakan internasional baru, yaitu rezim digital harus kena pajak,” ujar Le Maire, seperti dikutip dari Japan Times, Senin, 24 Februari 2020.

Ia juga mengungkapkan kalau Prancis telah mengadopsi pajak digital. Akan tetapi ditangguhkan sampai akhir tahun ini guna memberi waktu bagi G20 menyelesaikan kesepakatan global yang nantinya akan diikuti semua negara.

Sementara itu, The Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), lembaga internal G20, berniat menyepakati rincian teknis pajak digital serupa Prancis pada Juli mendatang. Adapun kesepakatan penuh ditargetkan rampung pada akhir 2020.

“Ada konsensus untuk menciptakan solusi (pajak rezim digital) akhir tahun ini,” jelasnya. Solusi yang dimaksud bentuknya plural, karena akan diimplementasikan di seluruh negara anggota G20. Jadi, pajak digitalnya tidak tunggal dan sederhana.

“Kami akan menyusun (aturan) pajak digital yang berbeda di seluruh dunia,” kata Le Maire, menegaskan. Di sisi lain, Amerika Serikat (AS) sebagai rumah bagi sebagian perusahaan teknologi raksasa lebih berhati-hati dalam menerapkan pajak sebelum pemilihan presiden AS berakhir tahun ini.

Namun, hal itu justru akan membuat barang-barang Prancis terkena tarif bila negeri Menara Eiffel itu tak menangguhkan kebijakan pajak untuk rezim digital. Sebelumnya, Prancis harus mengalah kepada AS dengan menunda pengenaan pajak perusahaan digital.

Akhir tahun lalu, pejabat Departemen Perdagangan AS mengajukan tarif baru hingga 100 persen untuk produk impor asal Prancis. Pengajuan tarif tersebut dipicu laporan mengenai pajak digital yang baru diberlakukan oleh Prancis untuk perusahaan-perusahaan digital sejenis Google dan Facebook.

Laporan tersebut menyatakan pajak digital menjadi salah satu penghalang dalam perdagangan di antara kedua negara. Daftar dari produk yang diajukan untuk dikenaikan tarif cukup banyak, mulai dari beragam keju, produk kecantikan, tas tangan, hingga sparkling wine seperti sampanye.

Sumber : VIVA

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only