Jakarta Paket stimulus ekonomi jilid II yang dikeluarkan pemerintah dalam upaya menangkal dampak Virus Corona ke perekonomian Indonesia dinilai masih belum maksimal.
Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad menilai masih ada beberapa yang terlewatkan dan tidak dipikirkan oleh pemerintah seperti stimulus terhadap pelaku UMKM.
“Saya membaca insentif fiskal diberikan itu ada yang belum lengkap. Misalnya di UMKM hanya diberikan kemudahan dalam proses restrukturisasi,” ujar dia kepada Merdeka.com, Senin (16/3/2020).
Tauhid menilai seharusnya dalam proses restrukturisasi pemerintah juga menyediakan akses kredit modal bagi para pelaku UMKM. Bahkan, yang tak luput dari perhatian pemerintah adalah tambahan anggaran UMKM untuk memperoleh kredit.
“Jadi kalau tidak ada kredit yang disediakan gimana cara mereka menarik kredit kalau mereka saat ini sedang mengalami kerugian. Itu kan belum ada. Satu lagi yang mendorong kredit itu tidak ada,” dia menambahkan.
Selain sektor UMKM, kemudahan impor bahan baku diberikan pemerintah juga masih dianggap ada yang kurang. Sebab, tidak diatur batasan seberapa banyak komoditas yang akan diimpor,” jelas dia.
“Masalahnya adalah untuk masing masing komoditas itu berapa banyak harus impor dan katakanlah seberapa jauh ini bisa diberikan dan berapa lama, ini penting karena impor terlalu dominan dan banyak diluar batas kewajaran.
Seperti diketahui, situasi pandemik covid-19 yang mengglobal, membuat pemerintah merespons dengan memberi stimulus fiskal jilid II untuk memitigasi dampak negatif virus corona pada ekonomi.
Salah satunya dengan memberikan relaksasi pajak penghasilan (PPh) pasal 21, 22, 25 dan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipercepat.
Relaksasi pertama adalah pemerintah menanggung Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 untuk seluruh karyawan industri manufaktur pengolahan yang penghasilannya mencapai sampai dengan Rp200 juta pertahun baik industri yang berlokasi di Kawasan Industri Tujuan Ekspor (KITE) maupun non KITE.
Pemerintah menanggung PPh pasal 21 ini selama 6 bulan, mulai bulan April hingga September 2020.Kedua, relaksasi PPh pasal 22 Impor untuk 19 industri manufaktur yang diberikan selama 6 bulan dari bulan April-September 2020 baik untuk industri manufaktur di wilayah KITE maupun non KITE.
Ketiga, pemerintah memberi penundaan PPh Pasal 25 untuk korporasi baik yang berlokasi di KITE maupun non KITE selama 6 bulan mulai April hingga September.
Keempat, pemerintah membuat restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat bahkan tanpa audit awal. Namun, jika terdapat suatu hal yang perlu diperiksa, maka akan diperiksa lebih lanjut. Pemerintah akan memberikan fasilitas ini selama 6 bulan dari April hingga September 2020.
Sumber: Liputan6.com
Leave a Reply