Dua Jilid Stimulus Peredam Korona

Menakar efektivitas delapan stimulus dalam paket kebijakan stimulus ekonomi kedua untuk menangani dampak virus korona.

Jakarta pemerintah mengeluarkan paket kebijakan stimulus ekonomi kedua untuk menangani dampak virus korona terhadap kinerja ekonomi domestik. Kali ini, pemerintah memberikan empat stimulus fiskal dan empat stimulus non fiskal, dengan estimasi anggaran total Rp 22,9 triliun.

Angka ini lebih besar dibanding paket stimulus ekonomi pertama senilai Rp 10,3 triliun.

Tentu, paket kebijakan stimulus itu membuat pemerintah harus mengeluarkan anggaran tambahan. Karena itu, pemerintah merevisi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020, dari 1,76% terhadap produk domestik bruto (PDB) atau Rp 307,2 triliun menjadi 2,5% dari PDB atau Rp 432,2 triliun. Itu berarti proyeksi defisit anggaran melonjak Rp 125 triliun.

“Dampak terhadap sektor ekonomi tentu tidak dapat dielakkan lagi. Pemerintah memerhatikan isu-isu yang memerlukan kebijakan khusus” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Jumat (13/2).

Stimulus fiskal dalam paket kebijakan kedua untuk menangani dampak virus korona: Pertama, relaksasi pajak penghasilan (PPh) Pasal 21, dengan skema ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 100%. Ini berlaku bagi pekerja dengan penghasilan sampai dengan Rp 200 juta per bulan pada sektor industri pengolahan.

Kedua, relaksasi PPh Pasal 22 impor melalui skema pembebasan pajak kepada 19 sektor tertentu, wajib pajak penerimaan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE), serta wajib pajak KITE industri kecil menengah (IKM).

Ketiga, relaksasi PPh Pasal 25 lewat skema pengurangan pajak sebesar 30% kepada 19 sektor tertentu, wajib pajak KITE, dan wajib pajak KITE IKM. “Melalui kebijakan ini, diharapkan industri memperoleh ruang cashflow sebagai kompensasi switching cost,” ungkap Airlangga.

Keempat, relaksasi restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) melalui restitusi dipercepat bagi 19 sektor tertentu, wajib pajak KITE, dan wajib pajak KITE IKM, Keempat stimulus fiskal tersebut pemerintah berikan selama enam bulan, berlaku sejak April 2020.

Butuh waktu

Sementara stimulus non fiskal yang bertujuan untuk mendorong kegiatan ekspor dan impor adalah: pertama, penyederhanaan serta pengurangan jumlah larangan dan pembatasan aktivitas ekspor.

Tujuannya, untuk meningkatkan kelancaran ekspor dan daya saing. Karena itu, Health Certificate serta V-Legal tidak lagi menjadi dokumen persyaratan ekspor kecuali diperlukan oleh eksportir.

Kedua, penyederhanaan juga pengurangan jumlah larangan dan pembatasan aktivitas impor khususnya bahan baku, yang bertujuan untuk meningkatkan kelancaran serta ketersediaan bahan baku. “Stimulus ini diberikan kepada perusahaan yang berstatus sebagai produsen,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Ketiga, percepatan proses ekspor dan impor untuk Reputable Traders yakni produsen ekspor impor yang memiliki tingkat kepatuhan tinggi.

Keempat, peningkatan dan percepatan layanan proses ekspor impor serta pengawasan melalui pengembangan National Logistics Ecosystem (NLE). Informasi saja, NLE merupakan platform yang memfasilitasi kolaborasi sistem informasi antaristansi pemerintah dan swasta.

Sri Mulyani menegaskan, paket kebijakan stimulus ekonomi kedua untuk menangani dampak virus korona bukan yang terakhir. Menurutnya, bakal ada paket kebijakan stimulus ekonomi lanjutan. “Karena perkembangan ekonomi masih sangat dinamis. Kami terbuka dengan situasi yang ada,” tegas Sri Mulyani.

Eric Sugandi, Peneliti Ekonomi Senior Institut Kajian Strategis Universitas Kebangsaan RI, menilai, paket kebijakan stimulus ekonomi kedua setidaknya bisa mencegah risiko pemutusan hubungan kerja karyawan (PHK) massal. Meskipun, dia menambahkan efektivitas paket stimulus ini membutuhkan waktu.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only