Ada Wabah Korona, Ekonomi Indonesia Bisa Turun di Bawah 5%

Efek negatif penyebaran virus korona terhadap perekonomian semakin nyata. Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memperkirakan, pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini hanya berkisar 2,4% turun dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 2,9%.

Namun, bila wabah ini menjadi lebih insentif lagi, pertumbuhan bisa hanya tinggal 1,5% hampir separuh dari tahun lalu. Ekonomi China, yang merupakan negara manufaktur raksasa dunia saat ini, juga mengalami penurunan drastis.

Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi, ekonomi China tahun ini hanya tumbuh 5,6% dari sebelumnya 6%. Ahmad Tauhid, Direktur Eksekutif INDEF memastikan, ekonomi Indonesia akan ikut berdampak lesunya ekonomi global tersebut.

“Ketika wabah belum menjangkit Indonesia, ekonomi nasional akan tertekan 0,3%, dengan pengumuman adanya pasien Covid-19 di Indonesia maka penurunan akan lebih rendah dari itu,” ujar dia.

Ia menyebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun ini akan lebih rendah dari proyeksi awal INDEF yang sebesar 4,8%. Dengan adanya wabah virus korona maka pertumbuhan ekonomi yang realistis akan bergerak di angka 4,4% hingga 4,5%.

“Saya kira berat untuk kembali ke angka 5% pasti di bawah itu, pemerintah perkirakan di level 4,7%, tetapi menurut kami akan lebih rendah,” ujarnya.

Menurut dia, seluruh insentif yang diberikan pemerintah belum cukup ampuh untuk meredam dampak negatif korona terhadap kinerja sektor ekonomi. Pemerintah sendiri menggelontarkan insentif fiskal dengan total anggaran Rp 10,3 triliun guna menangkal serangan korona di sektor ekonomi.

“Dari sisi jumlah yang diberikan itu masih belum signifikan hanya Rp 10,3 triliun. Dibandingkan produk domestik bruto (PDB) kita yang Rp 16.000 triliun, itu kan kecil sekali. Jadi efeknya tidak akan terlalu nendang,” jelasnya.

Selain itu, menurut dia, banyak sektor yang harusnya diberikan insentif justru terlewat. Misalnya, sektor kesehatan yang tidak diberi stimulus fiskal dan dukungan supply serta kesiapan anggaran untuk menangkal virus. Selain itu, insentif sektor manufaktur juga dinilai belum cukup.

Menurutnya, yang paling dibutuhkan sektor usaha saat ini adalah insentif yang berkaitan dengan perpajakan. Misalnya, penundaan pembayaran pajak pertambahan nilai (PPn) badan sampai enam bulan ke depan. Hal itu berkaca pada wabah SARS pada 2003 silam. Saat itu, wabah baru mereda sekitar tiga bulan dan pemulihan ekonomi enam bulan setelahnya.

“Ini kan wabah di kita baru mulai, misalnya tiga bulan berhasil kita atasi, itu perlu enam bulan recovery untuk ekonomi pulih. Artinya, kalau Mei selesai maka baru kuartal IV berhasil recovery, kan mulai normal awal tahun depan,” lanjutnya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengakui, kinerja ekonomi tahun ini akan semakin berat. Menurut dia, satu-satunya yang bisa dimaksimalkan untuk menopang pertumbuhan ekonomi adalah dengan memaksimalkan potensi pasar dalam negeri.

Baginya, pasar dalam negeri masih potensial untuk digarap. Hanya, selama ini belum maksimal dimanfaatkan pelaku usaha dalam negeri. “Karena menemukan tujuan ekspor baru masih cukup sulit, enggak ada salahnya memperkuat pasar dalam negeri. Untuk itu, pemerintah perlu menjaga pertumbuhan daya beli masyarakat,” ujarnya.

Sumber : Tabloid Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only