Permintaan kredit lesu, bank pilih parkir dana di surat berharga

JAKARTA. Sampai dengan kuartal I 2020, penempatan dana perbankan di surat berharga menunjukan tren meningkat. Beberapa bankir yang dihubungi Kontan.co.id, Senin (23/3) mengaku saat ini permintaan kredit memang cenderung lesu. Tercermin dari kredit per Januari 2020 yang baru naik 6,10% secara tahunan. Alhasil, perbankan harus memarkirkan dananya di instrumen lain guna menjaga likuiditas.

Namun tidak semua bank, PT Bank Mandiri Tbk misalnya yang mengaku sampai saat ini belum ada lonjakan penempatan dana di surat berharga. Direktur Tresuri dan Perbankan Internasional Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan, kalaupun ada lonjakan penempatan hal tersebut memang wajar dilakukan di tengah kondisi kredit yang belum melejit. 

“Bank Indonesia juga siap untuk menerima repo SBN (surat berharga negara) dari bank dalam rangka menjaga likuiditas pasar. Masih dalam koridor bisnis seperti biasa,” terangnya.

Di tengah kondisi seperti ini menurut Darmawan seluruh perbankan harus mengkalkulasi likuiditas lebih cermat. Misalnya, pada portofolio dana yang dapat diperdagangkan (Avaiable For Sale/AFS) di tengah kondisi pasar seperti ini tentunya akan punya risiko lebih tinggi dibandingkan portofolio jangka panjang (Held To Maturity/HTM). 

“Memang tidak mudah juga buat bank untuk mengelola aset dalam kondisi pasar saat ini,” tambahnya.

Sebagai informasi, merujuk laporan keuangan Bank Mandiri per Februari 2020 tercatat total dana di surat berharga mencapai Rp 147,23 triliun. Jumlah tersebut naik 9,9% year on year (yoy) dari tahun sebelumnya Rp 133,96 triliun.

Senada, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) juga membenarkan kalau bayak penempatan dana di surat berharga terutama pada instrumen jangka pendek. Menurut Manjemen BNI, alasan bank menaruh banyak dananya di SB disebabkan oleh permintaan kredit yang masih rendah. 

“Di lain pihak, bank perlu menyiapkan likuiditas yang cukup untuk menghadapi pembayaran dividen, maupun antisipasi pelemahan ekonomi,” tuturnya.

Bank berlogo 46 ini menambahkan, surat berharga memang akan menjadi andalan bank memarkir dananya. Sebab, surat berharga dapat dijadikan sebagai underlying dalam bertransaksi repo dengan bank Indonesia, dalam memenuhi kebutuhan likuiditas harian.

Nah, ke depan pihaknya memandang tren penempatan dana di surat berharga pasti bakal meningkat terutama jangka pendek. “Kalau beli surat berharga jangka panjang, dengan kondisi suku bunga rendah seperti sekarang, bisa terkena risiko mark to market negatif pada saat suku bunga bergerak,” tandasnya.

Sebagai gambaran saja, per Januari 2020 lalu total dana BNI di surat berharga mencapai Rp 81,47 triliun dalam laporan keuangan bulanan. Menurun 22,36% bila dibandingkan periode setahun sebelumnya.

Di sisi lain, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mengatakan saat ini kondisi likuiditas masih cenderung stabil. 
Direktur BCA Santoso Liem juga membenarkan kalau penempatan dana di surat berharga akan terus dibutuhkan bagi bank untuk mengelola likuiditas. Sekaligus untuk menjaga keseimbangan antara kecukupan likuiditas dengan eskpansi kredit.

Sepanjang 2019, BCA mencatat dana yang diletakkan dalam surat berharga mencapai Rp 153,7 triliun, tumbuh 26% yoy dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 121,9 triliun. “Di sisi lain, BCA terus berupaya menjaga posisi likuiditas tetap memadai,” terangnya.

Tak hanya bank besar, bank kecil seperti PT Bank Woori Saudara Tbk (BWS) pun bilang kalau untuk sementara waktu ini bank lebih ketat dalam memberikan kredit. “Memang bank menjaga risiko kredit, dengan sementara tidak mencairkan kredit. Kami masih melihat situasi,” terangnya. 

Artinya, mayoritas likuiditas BWS memang untuk saat ini lebih banyak diparkir ke instrumen investasi ketimbang disalurkan ke dalam bentuk kredit.

Sebagai informasi tambahan, berdasarkan data Kementerian Keuangan per 18 Maret 2020 total dana SBN yang dapat diperdagangkan milik bank telah mencapai Rp 761,58 triliun. Jumlah ini meningkat dibandingkan akhir Maret 2019 yang sebesar Rp 649,1 triliun. Namun, angka tersebut sebenarnya menunjukkan tren penurunan, terlihat dari total SBN bank di akhir bulan Februari 2020 yang sempat mencapai Rp 804,41 trilun.

Sumber: kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only