Indonesia siapkan quantitative easing hadapi krisis akibat wabah virus corona

JAKARTA. Upaya menolong dunia usaha di tengah tekanan wabah virus corona Covid-19 yang semakin meluas, belum cukup. Pemerintah pun berencana memberikan stimulus lanjutan guna mengurangi dampak negatif wabah virus corona Covid-19.

Kali ini, pemerintah bakal menggelontorkan likuiditas untuk menyelamatkan korporasi yang tengah megap-megap menghadapi wabah virus corona Covid-19 ini. Yaitu, lewat penerbitan Recovery Bond yang bertujuan menjaga arus kas dan likuditas keuangan perusahaan.

Recovery Bond rencananya akan diterbitkan dalam denominasi rupiah. Surat utang ini nantinya akan dibeli oleh Bank Indonesia (BI) atau investor swasta lain sehingga mengalirkan dana segar untuk pemerintah.

Mirip dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), dana dari surat utang tersebut akan disalurkan oleh pemerintah untuk dunia usaha melalui skema kredit khusus bagi perusahaan terdampak wabah virus corona Covid-19. “Skema kredit khusus ini nantinya kami buat seringan mungkin bagi pengusaha untuk membangkitkan kembali usahanya,” tandas Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso, Kamis (26/3).

Namun, pemerintah mensyaratkan dua hal untuk perusahaan terdampak wabah virus corona Covid-19 yang bisa memanfaatkan fasilitas ini. Pertama, perusahaan tidak boleh melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerjanya sama sekali.

Kedua, kalaupun perusahaan terdampak wabah virus corona Covid-19 terpaksa melakukan PHK, perusahaan harus mempertahankan 90% dari jumlah pekerjanya tanpa melakukan pemotongan gaji..

Namun, rencana ini terbentur dengan Undang-Undang tentang Bank Indonesia yang melarang pembelian SBN di pasar perdana. Walhasil, dibutuhkan perubahan regulasi sebagai landasan hukumnya, yang dilakukan melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Pihaknya menargetkan, draf Perppu tersebut bisa rampung hari ini, Jumat (27/3). Perppu yang sama juga sekaligus akan menjadi dasar bagi pemerintah melakukan perubahan pada APBN 2020 yang juga bertujuan untuk mengurangi dampak wabah virus corona Covid-19.

Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemkeu) Luky Alfirman masih enggan menjabarkan seperti apa mekanisme pembiayaan melalui penerbitan Recovery Bonds untuk mengurangi dampak wabah virus corona Covid-19 tersebut.

“Skema detailnya masih terus dikaji. Berbagai bentuk dan skema alternatif SBN sedang kita diskusikan, termasuk bond untuk recovery,” tutur Luky singkat kepada KONTAN.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah menilai, pembiayaan melalui Recovery Bond yang menghalalkan BI sebagai pembelinya merupakan skema kebijakan pelonggaran quantitative atau quantitative easing dalam upaya mengurangi dampak wabah virus corona Covid-19 .

“Ini juga yang dilakukan oleh The Fed (bank sentral AS) dalam menghadapi dampak wabah korona saat ini,” kata Piter.

Skema quantitative easing, menurut Piter, merupakan kebijakan yang paling ideal. Sebab, skema lain yang sudah ada dan dijalankan pemerintah seperti penerbitan SBN domestik maupun global, pinjaman bilateral atau multilateral, dinilainya memiliki banyak kelemahan di tengah upaya mengurangi dampak wabah virus corona Covid-19 .

Piter juga menilai, kebijakan penerbitan Recovery Bonds yang dibeli oleh BI nantinya tidak dapat dipandang sebagai fungsi lender of the last resort. Sebab fungsi itu adalah fungsi bank sentral ketika sistem perbankan mengalami kesulitan likuiditas akibat wabah virus corona Covid-19 .

“Praktik ini lebih dikenal sebagai quasi-fiskal, yaitu bank sentral membantu pemerintah dalam pembiayaan fiskal atau APBN,” tandasnya.

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto menyoroti sejumlah risiko terkait wacana pemerintah mengurangi dampak wabah virus corona Covid-19 tersebut.

Pertama, risiko lonjakan inflasi. “Kalau BI bisa membeli langsung SUN di pasar perdana, artinya BI menukarkan rupiahnya dengan surat utang sehingga jumlah uang beredar meningkat dan mendorong inflasi,” tandasnya.

Kedua, risiko terjadinya penyalahgunaan atau moral hazard dalam pemanfaatan dana hasil penerbitan Recovery Bond tersebut oleh dunia usaha yang terkena dampak wabah virus corona Covid-19. Makanya, dibutuhkan sistem, mekanisme, dan standard prosedur yang sangat jelas dan ketat baik penerbitan maupun penyaluran ke dunia usaha.

Sumber : kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only