Siapkan Stimulus Fiskal Superkuat, APBN Direvisi Total

JAKARTA – Pemerintah harus habis-habisan (all-out) memimpin perang melawan Virus Korona (Covid-19) dengan meluncurkan stimulus fiskal superkuat. Selain penambahan rumah sakit (RS), belanja alat pelindung diri (APD), insentif bagi tenaga medis, biaya uji cepat (rapid test), sosialisasi bahaya Korona, dan biaya perawatan pasien, dana APBN diperlukan untuk mencegah penurunan daya beli masyarakat menengah-bawah. Defisit APBN perlu dilepas hingga 6% dari produk domestik bruto (PDB).

Sementara itu, pemerintah akan merevisi total struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020, termasuk membuka opsi pelebaran defisit menjadi di atas 3% dari produk domestik bruto (PDB). Pelebaran defisit ditempuh karena kenaikan stimulus fiskal dan realokasi belanja negara tidak bisa dielakkan untuk mengatasi wabah Covid-19, berikut dampak negatif yang menimpa rakyat kecil dan dunia usaha.

Kalangan ekonom dan DPR mendukung pelebaran defisit APBN. Namun ekonom tetap berharap defisit dibatasi maksimal 3% PDB karena kendala pembiayaan untuk menutup defisit dalam kondisi ketidakpastian global saat ini. Realokasi belanja dari pos-pos yang kurang mendesak sudah mencukupi tanpa harus menaikkan defisit di atas 3% PDB.

Dalam Undang-Undang (UU) APBN 2020, pemerintah menargetkan defisit anggaran sebesar 1,76% PDB atau setara Rp 307,2 triliun. Defisit tersebut merupakan selisih antara belanja negara sebesar Rp 2.540,4 triliun dan penerimaan negara yang dipatok sebesar Rp 2.233,2 triliun.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam telekonferensi di Jakarta, Selasa (24/3/2020), mengisyaratkan pelebaran defisit APBN 2020 menjadi lebih dari 3% karena kondisi darurat terkait wabah Virus Korona (Covid-19). Kebijakan tersebut bertujuan untuk menjaga keselamatan dan kesehatan rakyat serta mengurangi risiko terkecil bagi dunia usaha dari kebangkrutan akibat dampak pandemi Covid-19.

Sri Mulyani mengakui, selama ini pihaknya terikat untuk menjaga defisit APBN maksimal 3% dari produk domestic bruto (PDB), sesuai amanat UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Namun dalam kondisi darurat saat ini, APBN harus mampu menjadi bantalan perekonomian, sehingga perlu ada fleksibilitas, termasuk memperlebar defisit anggaran.

Menkeu memprediksi pandemic Korona masih akan berlangsung dalam kurun waktu tiga hingga enam bulan sehingga ini merupakan periode genting.

“Semua kebijakan difokuskan untuk tiga sampai enam bulan, tapi kami berharap persoalan terkait Covid-19 tidak lebih dari enam bulan sehingga bisa segera masuk fase recovery,” kata dia.

Dalam konteks itu, kata Sri Mulyani, pemerintah tetap bertanggung jawab dan bijaksana dalam merespons situasi yang penuh tekanan meski defisit anggaran terpaksa harus diperlebar menjadi atas 3% PDB.

“Jika merelaksasi defisit hingga di atas 3%, pemerintah tetap bertanggung jawab dan prudent, sesuai koridor yang aman untuk jangka menengah-panjang,” kata dia.

Menurut Sri Mulyani, pihaknya tengah mengidentifikasi seluruh perubahan komponen APBN sehingga bisa mengakomodasi kebutuhan yang bersifat darurat, baik di bidang kesehatan maupun jaring pengaman sosial (social safety net). “Apakah kita akan menanggung kebutuhan masyarakat yang di luar Program Keluarga Harapan (PKH), bagaimana caranya, ini harus di-cover dalam belanja kita,” ujarnya.

Selain itu, pemerintah mengkaji kebutuhan daerah-daerah serta perusahaan yang terdampak wabah Covid-19, termasuk sektor ekonomi yang tertekan seperti transportasi dan perhotelan. “Kita sudah meluncurkan paket stimulus untuk 19 industri manufaktur. Sekarang sektor transportasi dan perhotelan menginginkan dimasukkan ke dalam paket,” katanya.

Atas dasar itulah, Sri Mulyani menegaskan bahwa bakal terjadi perubahan besar dalam postur APBN 2020. Revisi besar-besaran ditempuh bukan saja karena defisit yang melebar, tapi juga untuk realokasi berbagai anggaran dalam rangka penanggulangan Covid-19.

Landasan Hukum

Guna membiayai kenaikan defisit APBN, Menkeu akan mengoptimalkan seluruh sumber pembiayaan yang konvensional maupun nonkonvensional, termasuk jika membutuhkan landasan hukum baru.

Sejumlah opsi yang disiapkan adalah penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) secara reguler serta pinjaman dari berbagai lembaga multilateral, seperti Bank Pembangunan Asia (ADB), Dana Moneter Internasional (IMF), dan Bank Dunia. Pinjaman bilateral dengan negara lain juga dipertimbangkan.

Selain itu, kata Sri Mulyani, Presiden Jokowi telah berkomunikasi dengan Ketua DPR Puan Maharani, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, dan Komisi XI agar perubahan postur APBN sesuai aturan hukum.

“Bapak Ketua Banggar menyebutkan ini adalah situasi kegentingan, makanya beliau menyampaikan pemerintah bisa membuat perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang),” ujar Menkeu.

Untuk APBN Perubahan (APBN-P) 2020, Sri Mulyani juga menghendaki adanya landasan hukum yang kuat, baik di bidang keuangan negara, APBN, maupun APBN-P. Masalah landasan hukum ini akan dibawa ke Sidang Kabinet dan diputuskan oleh Presiden Jokowi.

“Kalau kita bicara masalah kegentingan yang memaksa dan bagaimana responsnya, hal itu tidak dilakukan oleh satu menteri, tetapi oleh Presiden bersama seluruh kabinet dengan melihat semua aspeknya,” ucap Sri Mulyani.

Di pihak lain, Ketua Banggar DPR Said Abdullah meminta pemerintah membuat Perppu tentang perubahan APBN 2020, terkait kebijakan pemerintah dalam menanggulangi Covid-19. Banggar DPR merekomendasikan tiga hal. Pertama, pemerintah perlu segera menerbitkan Perppu yang merevisi UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, terutama di penjelasannya, agar dapat mengubah defisit APBN dari 3% menjadi 5% dari PDB, serta rasio utang terhadap PDB tetap 60%.

Kedua, pemerintah perlu segera menerbitkan Perppu terhadap UU Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi dan Badan, sebagai UU Perubahan Kelima dari UU PPh Orang Pribadi dan Badan. Dalam perppu ini perlu diatur pemberian insentif PPh orang pribadi dengan tarif PPh 20% bagi yang simpanannya di atas Rp 100 miliar. Namun dengan catatan, yang bersangkutan wajib memberikan kontribusi kepada negara Rp 1 miliar untuk penanganan Covid-19 ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19.

Ketiga, Banggar mendorong pemerintah menerbitkan Perppu APBN 2020 mengingat tidak dimungkinkannya pelaksanaan Rapat Paripurna DPR dalam waktu dekat, sebagai konsekuensi kebijakan menjaga jarak (social distancing).

Said Abdullah menegaskan, penerbitan perppu dimaksudkan untuk mendukung upaya pemulihan kesehatan masyarakat akibat wabah Covid-19, memastikan dilaksanakannya program belanja bansos, serta mendukung sektor UMKM dan informal agar bisa bertahan.

Sumber : investor.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only