Pernyataan Lengkap Jokowi soal Perppu Penyelamatan Ekonomi dari Corona

Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan pada Selasa (31/3). Perppu tersebut untuk menangani virus corona atau Covid-19 yang dampaknya meluas ke sektor ekonomi dan sosial.

Dalam Perppu tersebut, Jokowi menginstruksikan agar ada tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 sebesar Rp 405,1 triliun. “Perppu berisikan kebijakan dan langkah-langkah luar biasa (extra ordinary) dalam menyelamatkan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan,” kata Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/3).

Jokowi mengatakan, Perppu ini mengantisipasi kemungkinan terjadinya defisit yang diperkirakan akan mencapai 5,07%. Karenanya, pemerintah membutuhkan relaksasi kebijakan defisit APBN di atas 3%.

Relaksasi defisit ini hanya untuk tiga tahun, yakni 2020, 2021, 2022. “Setelah itu kita kembali disiplin fiskal maksimal defisit 3% mulai tahun 2023,” kata Jokowi.

Berikut pidato lengkap Jokowi yang menjelaskan Perppu tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan terkait pandemi corona.

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Selamat sore,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.

Bapak/Ibu, dan Saudara-saudara sebangsa dan se-Tanah Air,
Saat ini sebanyak 202 negara termasuk Indonesia sedang menghadapi tantangan berat yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Pandemi Covid-19 bukan hanya membawa masalah kesehatan masyarakat tetapi juga membawa implikasi ekonomi yang sangat luas. Karena yang kita hadapi saat ini adalah situasi yang memaksa maka saya baru saja menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.

Perppu ini memberikan fondasi bagi pemerintah, bagi otoritas perbankan, dan bagi otoritas keuangan untuk melakukan langkah-langkah luar biasa dalam menjamin kesehatan masyarakat, menyelamatkan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan.

Pertama, pemerintah memutuskan total tambahan belanja dan pembiayaan APBN Tahun 2020 untuk penanganan Covid-19 adalah sebesar Rp405,1 triliun. Total anggaran tersebut akan dialokasikan: Rp75 triliun untuk belanja bidang kesehatan. Rp110 triliun untuk perlindungan sosial. Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat (KUR). Dan Rp150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional termasuk restrukturisasi kredit, serta penjaminan dan pembiayaan dunia usaha khususnya, terutama usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah.

Bapak/Ibu, dan Saudara-saudara sebangsa dan se-Tanah Air,
Anggaran bidang kesehatan akan diprioritaskan untuk perlindungan tenaga kesehatan, terutama pembelian APD (alat pelindung diri), pembelian alat-alat kesehatan seperti test kit, reagen, ventilator, dan lain-lainnya. Dan juga untuk upgrade rumah sakit rujukan termasuk Wisma Atlet, serta untuk insentif dokter, perawat, dan tenaga rumah sakit. Juga untuk santunan kematian tenaga medis serta penanganan permasalahan kesehatan lainnya.

Kemudian, anggaran perlindungan sosial akan diprioritaskan untuk keluarga penerima manfaat PKH (Program Keluarga Harapan) yang naik dari 9,2 juta keluarga menjadi 10 juta keluarga penerima manfaat. Juga akan dipakai untuk Kartu Sembako yang dinaikkan dari 15,2 juta orang (penerima) menjadi 20 juta penerima.

Anggaran perlindungan sosial juga akan dipakai untuk Kartu Prakerja yang dinaikkan anggarannya dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun untuk bisa meng-cover sekitar 5,6 juta orang yang terkena PHK (pemutusan hubungan kerja), pekerja informal, pelaku usaha mikro dan kecil. Juga akan dipakai untuk pembebasan bea listrik 3 bulan untuk 24 juta pelanggan listrik 450VA dan diskon 50 persen untuk 7 juta pelanggan 900VA. Termasuk di dalamnya juga untuk dukungan logistik sembako dan kebutuhan pokok, yaitu Rp25 triliun.

Untuk stimulus ekonomi bagi UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) dan pelaku usaha akan diprioritaskan untuk penggratisan PPh (Pajak Penghasilan) 21 untuk para pekerja sektor industri pengolahan, (dengan) penghasilan maksimal Rp200 juta. Untuk pembebasan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) impor untuk wajib pajak, kemudian impor tujuan ekspor, terutama ini untuk industri kecil dan menengah pada 19 sektor tertentu. Dan juga akan dipakai untuk pengurangan tarif PPh sebesar 25 persen untuk wajib pajak, kemudian impor tujuan ekspor terutama industri kecil-menengah pada sektor tertentu. Dan juga percepatan restitusi PPN bagi 19 sektor tertentu untuk menjaga likuiditas pelaku usaha. Dan untuk penurunan tarif PPh badan sebesar 3 persen, dari 25 persen menjadi 22 persen, serta untuk penundaan pembayaran pokok dan bunga untuk semua scheme KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang terdampak Covid-19 selama 6 bulan.

Untuk bidang nonfiskal, dalam menjamin ketersediaan barang yang saat ini dibutuhkan termasuk bahan baku industri, pemerintah melakukan beberapa kebijakan yaitu penyederhanaan larangan terbatas (lartas) ekspor, penyederhanaan larangan terbatas atau lartas impor, serta percepatan layanan proses ekspor/impor melalui National Logistic Ecosystem (NLE).

Bapak/Ibu yang saya hormati,
Pemerintah bersama Bank Indonesia dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) mengoptimalkan bauran kebijakan moneter dan sektor keuangan untuk memberi daya dukung dan menjaga stabilitas pada perekonomian nasional. Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan stimulus moneter melalui kebijakan intensitas Triple Intervention. Kemudian menurunkan rasio giro wajib minimum valuta asing bank umum konvensional. Dan juga memperluas underlying transaksi bagi investor asing dan penggunaan bank kustodian global dan domestik untuk kegiatan investasi.

Kemudian Otoritas Jasa Keuangan juga menerbitkan beberapa kebijakan, yaitu keringanan dan/atau penundaan pembayaran kredit atau leasing sampai dengan Rp10 miliar termasuk untuk UMKM dan pekerja informal maksimal 1 tahun, serta memberikan keringanan dan/atau penundaan pembayaran kredit atau leasing tanpa batasan plafon sesuai dengan kemampuan bayar debitur dan disepakati dengan bank atau lembaga leasing.

Perppu ini juga kita terbitkan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya defisit APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang diperkirakan mencapai 5,07 persen. Oleh karena itu, kita membutuhkan relaksasi kebijakan defisit APBN di atas 3 persen. Namun relaksasi defisit ini hanya untuk 3 tahun yaitu tahun 2020, tahun 2021, dan tahun 2022. Setelah itu kita akan kembali ke disiplin fiskal, maksimal defisit 3 persen mulai tahun 2023.

Terakhir, saya mengharapkan dukungan dari DPR RI, Perppu yang baru saja saya tandatangani ini akan segera diundangkan dan dilaksanakan, dan dalam waktu yang secepat-cepatnya kami akan menyampaikan kepada DPR RI untuk mendapatkan persetujuan menjadi undang-undang (UU).

Demikian, terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Sumber : Katadata.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only