Penggunaan Aplikasi Online Naik, Menkeu Kejar Pajak Digital

JAKARTA – Pemerintah mulai menarik pajak perusahaan digital yang mempunyai manfaat ekonomi (significant economic presence) dari Indonesia. Kebijakan ini berlaku untuk perusahaan dalam negeri ataupun luar negeri.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, pergerakan kegiatan online yang meningkat selama kondisi social distancing dan working from home (WFH) menjadi alasan utama pemerintah mulai memberlakukan pajak digital. “Dengan Covid-19, sangat besar pergerakan transaksi elektronik karena orang tidak melakukan mobilitas fisik,” tuturnya dalam teleconference dengan jurnalis, Rabu (31/3).

Upaya penarikan pajak digital tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/ atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Perppu ini diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa (31/3) dan mulai berlaku pada hari yang sama.

Merujuk pada Pasal 6 dalam Perppu 1/2020, pemerintah akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak Penghasilan (PPh) atas kegaitan perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

Langkah penarikan pajak digital diharapkan mampu membantu penambahan penerimaan negara tahun ini, mengingat penerimaan pajak diproyeksikan turun sebagai dampak dari stimulus pemerintah. “Untuk menjaga basis pajak pemerintah melalui skema significant economic presence, baik untuk subjek pajak dalam maupun luar negeri,” ujar Sri.

Tapi, Sri masih belum menyebutkan besaran potensi penerimaan pajak yang bisa didapatkan pemerintah melalui upaya ini. Berdasarkan Perppu 1/2020, pemerintah akan merincikan ketentuannya dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Sri hanya menyebutkan beberapa perusahaan over the top yang mungkin menjadi target penarikan pajak transaksi elektronik. Mereka adalah aplikasi teleconference Zoom dan perusahaan layanan streaming, Netflix.

“Seperti hari ini kita memakai Zoom atau banyak yang melakukan streaming Netflix. Perusahaan itu tidak ada di Indonesia, tapi pergerakan ekonominya sangat besar,” katanya.

Dengan prinsip significant economic presence, Sri menuturkan, dua perusahaan itu akan menjadi subjek pajak luar negeri Indonesia. Artinya, pemerintah tetap bisa mengenakan pajak kepada mereka meski tidak memiliki bentuk usaha tetap (BUT) atau perusahaan secara fisik di Indonesia.

Kebijakan PMSE diambil lebih cepat dibandingkan yang seharusnya. Penarikan pajak transaksi digital sebelumnya berada dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian atau kerap disebut RUU Omnibus Law Perpajakan. Draft beleid ini sudah diserahkan ke DPR, namun belum dibahas mengingat kebijakan social distancing.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyebutkan, keputusan pemerintah untuk memajaki kegiatan PMSE memiliki alasan yang kuat. “Baik dari sisi fairness maupun perluasan basis pajak seiring dengan pemanfaatan platform itu selama pandemi,” ujarnya dalam pernyataan resmi yang diterima Republika.co.id, Rabu (1/4).

Hanya saja, Yustinus memberikan catatan kepada pemerintah untuk memikirkan implementasi yang efektif. Pemerintah juga harus memperhatikan keselarasannya kelak dengan kerangka kerja global Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development/ OECD) yang ditargetkan tuntas tahun ini.

Sumber: Republika.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only