Menengok kucuran insentif fiskal jumbo dari negara-negara yang hadapi virus corona

JAKARTA. Pandemi virus corona atau Covid-19 mendesak hampir seluruh negara di dunia untuk mengambil kebijakan-kebijakan luar biasa, terutama dalam perekonomiannya.

“Extraordinary times need extraordinary actions and policies,” demikian ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani, Rabu (1/4).

Pemerintah Indonesia bahkan telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Beleid ini mengakomodasi sejumlah langkah-langkah pemerintah dan otoritas keuangan yang tidak konvensional untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia dari dampak virus corona.

Pemerintah juga telah memutuskan untuk menambah anggaran belanja dalam APBN 2020 sebesar Rp 405,1 triliun yang menyebabkan defisit anggaran diperkirakan menjulang hingga 5,07% dari PDB. Defisit APBN bahkan diperlonggar ke atas 3% dari PDB hingga tahun 2022 mendatang.

Sebelumnya, pemerintah telah menggelontorkan dua paket stimulus yang terdiri dari insentif fiskal maupun non-fiskal, dengan nilai masing-masing sebesar Rp 10,3 triliun dan Rp 22,9 triliun.

Bagaimana dengan negara-negara lainnya? Rupanya tak kalah masif. Dukungan fiskal secara besar-besaran dilakukan untuk menopang perekonomian di tengah disrupsi pandemi virus corona ini.

Lihat saja, Amerika Serikat (AS) mengucurkan dukungan fiskal sebesar US$ 2,1 triliun atau setara dengan 10,5% dari PDBnya. Anggaran salah satunya ditunjukkan untuk pinjaman dan hibah bagi dunia usaha.

Begitu juga dengan Singapura yang menggelontorkan 10,9% dari PDB-nya atau sebesar S$ 54,4 miliar dari anggarannya. Stimulus diberikan dalam bentuk paket stabilisasi dunia usaha, serta peningkatan skema pembiayaan dan pinjaman yang mencapai S$ 20 miliar.

Australia juga mengeluarkan anggaran sebesar A$ 189 miiar atau setara dengan 9,7% PDB. Kucuran ini termasuk A$ 125 miliar untuk memastikan aliran kredit berjalan dalam perekonomian.

Kanada mengalokasikan 6% dari PDB atau sebesar $ 138 miliar, termasuk di antaranya $ 85 miliar dukungan untuk keberlangsungan bisnis.

Jerman mengucurkan € 156 miliar atau 4,5% PDB. Bahkan melalui KfW, pemerintah Jerman menyediakan jaminan untuk pinjaman perusahaan sebesar € 822 miliar atau 24% PDB. Juga hibah € 50 miliar khusus untuk UKM.

Arab Saudi mengeluarkan anggaran US$ 18,7 miliar atau setara 2,7% PDB yang termasuk penundaan pajak dan peningkatan pembiayaan bagi sektor swasta.

Begitu juga dengan Prancis yang mengalokasikan € 45 miliar atau 2% PDB, di antaranya untuk mendorong likuiditas dengan memberikan jaminan € 300 miliar atau 13% PDB untuk pinjaman bank ke perusahaan.

Italia, negara dengan jumlah kematian akibat virus corona terbesar sampai saat ini, mengucurkan € 25 miliar atau 1,4% PDB untuk perekonomiannya. Termasuk dukungan suplai kredit € 5,1 miliar untuk memperlancar likuiditas perusahaan hingga € 350 miliar atau 20% PDB.

Korea dan Malaysia masing-masing menggelontorkan KRW 16 triliun atau 0,8% PDB dan RM 6 miliar atau 0,4% PDB sebagai stimulus fiskal. Stimulus diarahkan untuk pinjaman dan jaminan bagi dunia usaha, termasuk pembebasan pajak secara temporer serta targeted cash transfer.

“Ini semua menggambarkan bahwa dalam situasi ini, seluruh dunia melakukan langkah-langkah kebijakan luar biasa, kombinasi fiskal dan moneter, serta relaksasi sektor keuangan,” tutur Sri Mulyani.

Pemerintah saat ini, katanya, fokus pada tiga prioritas dalam mengucurkan anggaran, yaitu sektor kesehatan, jaring pengaman sosial, serta perlindungan bagi industri dan dunia usaha.

Sumber : KONTAN.CO.ID

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only