IHSG pekan depan diprediksi terseret kasus virus corona dan pelemahan rupiah

JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil melaju di zona hijau pekan lalu. Asal tahu saja, dalam sepekan, IHSG menguat 1,71% ke level Rp 4.623,43 pada penutupan perdagangan, Jumat (3/4).

Menurut Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee, penguatan IHSG di pekan lalu didorong oleh paket stimulus fiskal yang dikeluarkan pemerintah.

Seperti diketahui, pekan lalu pemerintah telah mengumumkan adanya tambahan Rp 405,1 triliun ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 untuk melawan dampak pandemi virus corona.

“Pasar menutup akhir pekan dengan kinerja positif juga akibat kenaikan harga minyak mentah dunia dan stimulus fiskal,” kata Hans Kwee ketika dihubungi Kontan.co.id, Sabtu (4/4).

Memang di akhir pekan lalu, harga minyak mentah global rebound. Jumat (3/4), harga minyak jenis Brent kontrak pengiriman bulan Juni 2020 di ICE Futures naik 13,93% ke US$ 34,93 per barel. Ini adalah kali pertama dalam dua pekan terakhir harga minyak Brent kembali ke atas US$ 30 per barel.

Harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Mei 2020 di Nymex juga melesat 11,93% menjadi US$ 28,34 per barel.

Namun, adanya penangguhan pertemuan antara anggota OPEC+ berpotensi kembali menyeret harga minyak turun. Selain itu, kasus virus corona di Indonesia yang meningkat cukup tajam juga bisa menjadi katalis negatif bagi bursa saham dalam negeri.

Di tambah lagi, posisi rupiah yang cenderung di bawah tekanan turut menyeret laju IHSG. Jumat (3/4), rupiah memang berhasil menguat ke Rp 16.430 per dolar AS atau naik 0,39% dibandingkan penutupan hari sebelumnya di Rp 14.495 per dolar AS.

Namun, dalam sepekan, nilai tukar mata uang Garuda tersebut sudah melemah 1,61%.

Nah, hitungan Hans Kwee, nilai tukar rupiah sepanjang tahun ini akan berada di kisaran Rp 17.500 – Rp 20.000 per dolar AS. Ini terjadi, jika indikator makroekonomi seperti inflasi melesat ke kisaran 3,9%-5,1%. Posisi ini di atas target Bank Indonesia yang menebak kisaran inflasi ada di 3,1%.

Sementara itu, harga minyak mentah di akhir 2020 berada di US$ 31 – US$ 38 per barel. Dan pertumbuhan ekonomi juga akan tertekan hanya 2,3% atau bahkan kontraksi 0,4%.

“Pergerakan IHSG akan sangat di pengaruhi pasar global dan regional. Support IHSG di level 4.393 sampai 3.918 dan resistance di level 4.848 sampai 5.112. Cenderung BOW atau beli ketika terjadi pelemahan di pasar,” tambah dia.

Asal tahu saja, berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, IHSG dan bursa global lainnya biasanya menghijau. Penguatan di dorong laporan keuangan yang mulai bermunculan dan pembagian dividen oleh emiten. Akan tetapi menurut Hans Kwee, untuk kali ini akan berbeda, bursa cenderung masih akan lesu karena dampak dari virus corona.

Sumber : KONTAN.CO.ID

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only