JAKARTA – Shortfall penerimaan pajak pada 2020 diproyeksikan mencapai Rp388,5 triliun. Hal ini disebabkan oleh Covid-19 yang berdampak pada kinerja perekonomian dan insentif pajak yang digulirkan.
Dengan ini, penerimaan pajak diperkirakan hanya mencapai Rp1.254,1 triliun atau 76,4 persen dari target yang dipatok sebesar Rp1.642,6 triliun. Penerimaan pajak diproyeksikan terkontraksi 5,9 persen dibandingkan realisasi 2019.
PPh Migas diproyeksikan mengalami kontraksi hingga -26 persen (yoy) dengan realisasi akhir tahun sebesar Rp43,7 triliun akibat perang harga antara Arab Saudi dan Rusia yang tak kunjung selesai.
Adapun PPh Nonmigas diproyeksikan terkontraksi -4,9 persen (yoy) menjadi Rp1.210,4 triliun turunnya kegiatan ekonomi dan karena berbagai stimulus yang digulirkan,
Stimulus fiskal tahap kedua untuk 19 sektor manufaktur diproyeksikan mencapai Rp13,86 triliun dan ke depan masih akan ada stimulus tambahan kepada sektor-sektor terdampak lainnya sebesar Rp70,3 triliun.
Pengurangan tarif PPh Badan dari 25 persen menjadi 22 persen diproyeksikan menghilangkan penerimaan negara hingga Rp20 triliun.
Adapun saat ini juga terdapat potensi berkurangnya PPh dividen sebesar Rp9,1 triliun dengan asumsi apabila Omnibus Law Perpajakan diundangkan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menerangkan diundangkannya Omnibus Law Perpajakan bakal membuat korporasi menahan penyaluran dividen.
“Perusahaan individual tahan dividen tidak dibagikan tahun ini tetapi tahun depan karena harapannya PPh dividen akan dibebaskan tahun depan,” kata Sri Mulyani, Senin (6/4/2020).
Pendapatan negara diproyeksikan hanya sebesar 78,9 persen dari target APBN 2020 atau sebesar Rp1.760,9 triliun.
Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, outlook penerimaan pajak diproyeksikan mengalami kontraksi dibandingkan realisasi APBN 2019 unaudited.
Sumber : Bisnis.com
Leave a Reply