BI Minta Dukungan Komisi XI Redam Gejolak Covid-19

Jakarta: Bank Indonesia (BI) meminta dukungan Komisi XI DPR dalam menyiapkan langkah mitigasi dampak penyebaran pandemik virus korona (covid-19) di Indonesia. Bank sentral dan pemerintah siap menghadang covid-19 dengan sejumlah stimulus fiskal dan moneter.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengakui pihaknya bersama pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam ruang Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus melakukan koordinasi kala covid-19 mulai menghantui RI pada awal Maret 2020. Dalam hal itu, KSSK secara maraton melihat berbagai asesmen penanganan wabah korona.

“Kita melakukan langkah antisipasi untuk bagaimana kalau pandemik ini berdampak kepada ekonomi, khususnya kepada UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah), pendapatan masyarakat. Kemudian bagaimana nanti kalau itu berdampak pada sektor keuangan,” ujar Perry dalam rapat kerja virtual bersama Komisi XI DPR di Jakarta, Rabu, 8 April 2020.

Karena itu, ungkap Perry, KSSK menyiapkan skenario outlook indikator utama makroekonomi, yaitu berat dan sangat berat. Dalam hal ini, KSSK menyoroti pertumbuhan ekonomi, harga acuan minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP), nilai tukar rupiah, dan inflasi.

“Kita mendapat informasi lengkap dari Bu Menteri Keuangan (Sri Mulyani) karena beliau juga berada di Satgas Covid-19 terhadap update wabah ini. Dalam hal ini kami merumuskan bagaimana skenario beratnya kalau wabah ini sampai Juni, juga skenario sangat beratnya kalau durasinya sampai September. Itu kita mengukur hal-hal seperti itu,” ungkap dia.

Adapun asumsi dasar ekonomi makro dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 pertumbuhan ekonomi ditarget sebesar 5,3 persen, harga ICP USD63 per barel, nilai tukar rupiah Rp14.400 per USD, dan inflasi 3,1 persen.

Sementara skenario berat yang diputuskan KSSK, pertumbuhan ekonomi menjadi hanya 2,3 persen, harga ICP USD38 per barel, nilai tukar rupiah Rp17.500 per USD, dan inflasi 3,9 persen.

Sedangkan skenario sangat beratnya, pertumbuhan ekonomi mengalami minus 0,4 persen, harga ICP USD31 per barel, nilai tukar rupiah menjadi Rp20 ribu per USD, dan inflasi 5,1 persen.

Pemerintah akhirnya mengeluarkan stimulus fiskal dalam meredam dampak covid-19, utamanya di sektor kesehatan dan bantuan sosial. Bank Indonesia juga telah mengendurkan kebijakan moneternya dengan melakukan quantitative easing sebanyak hampir Rp300 triliun.

Juga OJK yang mengimbau kepada lembaga jasa keuangan baik perbankan maupun non bank untuk merestrukturisasi kredit-kredit para nasabah yang terkena dampak covid-19. Hal ini utamanya untuk debitur-debitur kecil dengan nilai kredit di bawah Rp10 miliar.

“Oleh karena itu minta diberi waktu untuk pemulihan ekonomi. Tentu saja penyehatan ekonomi bisa jalan dan dampaknya terhadap perbankan bisa minimal,” harap Perry.

Sumber : medcom.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only