Tiket Pesawat Boleh Naik 2 X Lipat di Tengah Corona, Kenapa?

Jakarta – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan menerapkan pembatasan jumlah penumpang, baik itu transportasi darat, laut, dan udara. Hal ini guna mencegah penularan covid-19.

Khusus pada angkutan udara, ada kebijakan lanjutan dari Kemehhub yaitu maskapai didorong mengenakan tarif batas atas (TBA) artinya akan ada kenaikan tarif sampai dua kali lipat. Kebijakan ini akan berlaku efektif pekan depan.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Novie Riyanto mengatakan, selama pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), maka diterapkan pembatasan jumlah penumpang 50% dari kursi yang tersedia. Hal ini sebagai upaya dalam penerapan phsyical distancing.

Dalam kondisi seperti ini sudah tentu otomatis maskapai penerbangan akan mengalami kerugian. Oleh karena itu, kata dia penerapan TBA diperbolehkan. Yang kemudian peraturan ini tertuang dalam Permehub 18 tahun 2020.

“Perhitungan-perhitungan terhadap TBA dalam Permenhub diperbolehkan, untuk menambah tuslah. Semua sedang kita hitung, mudah-mudahan hari ini selesai,” tutur Novie dalam video conference, Minggu (12/4/2020).

Adapun metodologi penetapan TBA, kata Novie kemungkinan tarif pesawat akan naik dua kali lipat dan tidak akan ada subsidi bagi para konsumen. Kendati demikian, penerapan tarif pesawat dengan TBA ini hanya bersifat sementara.

“Metodeloginya kita menghitung seolah-olah penumpang yang satu ini jadi dua. Karena kapasitasnya adalah hanya 50% batas maksimal. Kalau dikatakan hampir dua kali lipat [kenaikannya],” jelas Novie.

“Subsidi TBA kepada penumpang tidak ada. Subsidi yang ada diarahkan ke airlines dan operator-operator maskapai. Ini sedang dikoordinasikan oleh Menteri Kemenko Perekonomian [Airlangga Hartato],” kata Novie.

Subsidi yang ditujukan kepada airlines, misalnya saja kata dia, agar operator navigasi untuk menunda pembayaran kalibrasi kepada Balai Kalibrasi Fasilitas Penerbangan Ditjen Perhubungan Udara. Atau kemungkinan lainnya, pembayaran kalibrasi tersebut dibayar melalui APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) senilai Rp 110 miliar.

“Dalam satu tahun Airnav kalibrasi dengan angkatan udara sekitar Rp 110 miliar, dan kita perhitungkan untuk bisa di stimulus dengan APBN,” ucap Novie.

Novie juga meminta agar negara bisa memberikan stimulus untuk hal-hal yang berkaitan dengan biaya parkir pesawat. Biasanya selama ini, beban biaya yang dikeluarkan pada masing-masing maskapai sebesar 15% sampai 20%.

Kemungkinan lainnya yang sudah dikomunikasikan dengan Kemeko Perekonomian dan untuk diteruskan kepada Kementerian Keuangan, agar maskapai bisa terbebas dari beban Pajak Penamabahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).

“Ini penting, supaya mereka bisa survive, tapi PPN dan PPh ini memberatkan. Yang parkir-parkir ini juga meminta untuk bisa business to business, tapi mungkin pemerintah bisa untuk menunda atau mungkin bisa di stimulus lewat APBN. Pembahasan sedang intensif dilakukan oleh Kemenko Perekonomian,” jelas Novie.

Sampai saat ini, kata Novie, pihak maskapai juga masih melakukan penyesuaian dan meminta waktu tiga hari untuk bisa menetapkan TBA yang berlaku.

“Pemberlakuan airlines membutuhkan waktu untuk memperbaiki sekitar 3 hari, pada saat ini bisa ditandatangani, maka tiga hari ke depan akan berlaku,” ucapnya.

Sumber : CnbcIndonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only