JAKARTA. Pandemi virus korona Covid-19 menekan kinerja perdagangan Indonesia. Utamanya,kinerja ekspor yang mengalami penurunan pada bulan Maret, dibandingkan bulan Februari lalu.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemkeu), aliran devisa ekspor sepanjang Maret 2020 tercatat sebesar US$ 12,9 miliar. Angka ini turun 3,37% dibandingkan dengan devisa ekspor pada Feberuari 2020.
Namun, pada Maret kinerja impor tampaknya membaik.Ini tercermin dari devisa impor Maret tercatat sebesar US$ 8 miliar. Angka ini naik 5,96% dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Sehingga,berdasarkan nilai devisanya,ada surplus pada kinerja perdagangan Maret sebesar US$ 4,9 miliar. Ini juga mengindikasikan bahwa neraca perdagangan Maret bakal kembali surplus.
Berdasarkan jenis komoditasnya,impor didominasi oleh bahan baku penolong. Misalnya,mesin,tekstil,barang semi manufaktur,bahan baku telepon seluler. Disusul oleh impor barang-barang konsumsi,barang-barang modal dan bahan baku penolong.
Sementara ekspor, didominasi oleh komoditi batubara. Disusul oleh komoditas lemak dan minyak nabati,minyak mentah dan turunannya, bahan primer,dan barang tambang, mineral serta logam.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Lembaga Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Syarif Hidayat emngatakan,surplus itu lantaran komponen ekspor komoditi bahan alam.
Sehingga bahan baku ekspor tidak ketergantungan impor.”Jadi tidak tergantung bahan impor,”kata Syarif kepada KONTAN,Selasa (7/4).
baku
Ekonom Institute for Development on Ekonomics and Finance (indef) Enny Sri Hartati menduga,neraca perdagangan Maret tahun ini bakal kembali surplus.Pendorongnya : kenaikan harga emas dan harga batubara yang stabil.
Enny bilang, ekspor emas memanfaatkan momentumnya bahwa emas sebagai safe haven di tengah ancaman resesi global saat ini. Pada saat yang bersamaan,permintaan batubara meningkat karena bahan baku pembangkit listrik yang murah.
Namun,secara umum harga komoditas turun karena pertumbuhan ekonomi global menyusut. Dus, melemahnya harga minyak turut mendorong turunnya nilai impor migas tiga bulan terakhir.
Meski demikian Enny menilai,terganggunya rantai apsok bahan industri nonmigas karena larangan impor dari China akan berdampak terhadap penurunan ekspor ke depan. Jika nanti kembali dibuka,kinerja impor kemungkinan besar kembali melonjak.
Enny memperkirakan, neraca perdagangan Indonesia pada tahun ini masih akan mengalami defisit. “Ini mengejutkan karena kemungkinan bisa surplus lagi. Saya kira ke depan akan berjalan normal sehingga akhir tahun neraca dagang masih mempertahankan defisit,”kata Enny kepada KONTAN,kemarin.
Sumber: Harian Kontan
Leave a Reply