Kemenkeu Bahas Ketentuan Pembebasan Pajak UMKM Terdampak Virus Corona

Pemerintah akan memberikan pembebasan pajak bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terdampak wabah virus Corona. Keputusan pemerintah tersebut menjadi bahasan sejumlah media nasional pada hari ini, Kamis (16/4/2020).

Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki mengatakan pembebasan pajak tersebut diputuskan Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas terkait program mitigasi dampak virus Corona terhadap UMKM pada Rabu (15/4/2020).

“Tadi sudah disampaikan adalah penghapusan pajak untuk UMKM selama 6 bulan. Jadi, dinolkan,” katanya.

Selain itu, ada pula media nasional yang membahas masalah perlambatan penyampaian surat pemberitahuan (SPT) tahunan hingga awal April 2020. Performa ini berisiko menekan penerimaan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi pada Maret 2020.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • UMKM Berkontribusi Besar

Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki mengatakan pembebasan pajak menjadi bagian dari stimulus yang diberikan pemerintah untuk membantu pelaku UMKM. Dia memastikan berbagai stimulus itu akan segera bisa dinikmati UMKM.

Menurut dia, UMKM telah memberikan kontribusi besar pada produk domestik bruto (PDB) nasional, yaitu mencapai 60%. UMKM juga mampu menyerap tenaga kerja sampai 97%. Menurutnya, 99% pengusaha Indonesia adalah UMKM. Dari jumlah tersebut, 89% di antaranya berada di level mikro. (Bisnis Indonesia/Kontan/DDTCNews)

  • PPh Final 0,5%

Direktur Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak (DJP) Yunirwansyah menerangkan bahwa wajib pajak UMKM (dengan peredaran bruto di bawah Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak) selama ini dikenai PPh bersifat final sebesar 0,5% dari omzet sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 23/2018.

“Dengan demikian, skema insentif yang diberikan seharusnya mengikuti dalam skema itu,” katanya.

Menurutnya, pemberian insentif berupa pembebasan pajak UMKM kemungkinan akan diberikan melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 23/2018. Saat ini, otoritas masih membahas detail skema kebijakan yang akan diberikan. (Bisnis Indonesia)

  • PPh Orang Pribadi

Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak DJP Ihsan Priyawibawa mengatakan PPh orang pribadi masih berpotensi tumbuh pada Maret 2020. Namun, dia mengestimasi sebagian besar wajib pajak baru akan membayar kewajibannya pada bulan ini.

“PPh Pasal 25/29 wajib pajak orang pribadi adalah salah satu jenis pajak yg selama 2019 dan selama Januari—Februari 2020pertumbuhannya konsisten di dua digit,” ujarnya.

  • Wajib Pajak Orang Pribadi Nonkaryawan

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji menilai rendahnya realisasi dan kepatuhan pada akhir Maret 2020 tidak terlepas dari relaksasi yang diberikan pemerintah. Pandemi Covid-19 juga akan memengaruhi setoran pajak, terutama bagi wajib pajak orang pribadi nonkaryawan.

“Kalau karyawan yang penghasilannya dari satu pemberi kerja mereka relatif patuh karena sudah diadministrasikan oleh pemberi kerja dan juga tidak ada pembayaran pajak yang dilakukan oleh mereka,” ungkapnya.

Menurutnya, pemerintah menghadapi tantangan besar terkait pelaporan dan pembayaran PPh oleh wajib pajak orang pribadi nonkaryawan. Kepatuhan wajib pajak kelompok ini masih rendah karena belum optimalnya pengawasan yang menjangkau wajib pajak wajib SPT.

  • SMS OTP

Ditjen Pajak (DJP) resmi menyediakan fitur baru untuk permintaan kode verifikasi e-Filing di DJP Online melalui pesan singkat (short message service/SMS) ke nomor ponsel.

Fitur ini ada karena DJP sudah resmi menggunakan one-time password (OTP) pada sistem DJP online. Mulai sekarang, ketika submit surat pemberitahuan (SPT), wajib pajak bisa memilih untuk menerima kode verifikasi melalui dua saluran. Kedua saluran itu adalah email atau SMS OTP.

“Penggunaan fitur ini [SMS OTP] memerlukan biaya SMS yang akan dibebankan oleh operator kepada Anda,” demikian pernyataan DJP dalam poster yang ditampilkan di laman DJP Online.

  • Pelayanan Administrasi Perpajakan Akibat Virus Corona

Otoritas fiskal menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.29/PMK.03/2020 yang berisi tentang pelaksanaan pelayanan administrasi perpajakan dalam keadaan kahar akibat pandemi virus Corona (Covid-19).

Beleid yang diundangkan dan mulai berlaku pada 7 April 2020 ini terbit dengan salah satu pertimbangannya adalah penyebaran Covid-19 telah berimplikasi pada pelayanan administrasi perpajakan.

  • Sumbangan Penanggulangan Covid-19

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan penetapan pandemi Covid-19 berimplikasi pada kebijakan pajak. Salah satunya terkait dengan perlakuan sumbangan penanggulangan Covid-19 sebagai pengurang penghasilan kena pajak.

“Kita sedang membahas itu saat ini [implikasi penetapan status penyebaran Covid-19 sebagai bencana nasional terhadap kebijakan pajak],” katanya.

Sumber : DDTCNews

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only