Pers Dapat Insentif Pajak

JAKARTA – Pemerintah memastikan perusahaan pers di Indonesia akan mendapatkan insentif pajak. Ini dilakukan untuk keberlangsungan industri media yang terdampak pandemi COVID-19. Perusahaan pers di pusat dan di daerah mengalami kesulitan secara ekonomi.

“Kami sudah koordinasi pada akhir pada Jumat (17/4) dalam Rapat Terbatas dengan Menko Perekonomian bersama Menteri Keuangan. Diputuskan bahwa perusahaan pers mendapatkan insentif pajak,” kata Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid, saat Rapat Dengar Pendapat Komisi I DPR dengan KPI dan Dewan Pers secara virtual, di Jakarta, Senin (20/4).

Saat ini pemberian insentif dalam tahap finalisasi. Karena semua perusahaan pers tidak sama. Nnamun intinya perusahaan pers akan dibantu pajaknya oleh pemerintah. Politisi Partai Golkar ini menyebut pandemi COVID-19 tak hanya menyulitkan masyarakat. Perusahaan pers juga terkena imbasnya. Karena itu, lanjutnya, Komisi I DPR sudah berkoordinasi dengan Dewan Pers agar perusahaan pers memperoleh insentif dari pemerintah. “Kita tahu perusahaan pers di pusat dan di daerah mengalami kesulitan secara ekonomi. Seperti perawatan produksi dan gaji karyawan,” imbuhnya.

Dalam RDP itu, mantan wartawati tersebut juga meminta Dewan Pers agar pemberitaan terkait pandemi COVID-19 lebih banyak menampilkan membangun semangat dan jiwa positif dan solidaritas kebersamaan. Kritik masyarakat memang harus ada. Namun ada hal-hal yang perlu ditingkatkan dalam masa pandemi ini. Yakni solidaritas bersama-sama mengatasi COVID-19.

RDP Komisi I DPR bersama KPI dan Dewan Pers tersebut berlangsung secara virtual dengan dipimpin Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Bambang Kristiono, dan dihadiri para anggota Komisi I DPR. RDP tersebut juga dihadiri Ketua KPI, Agung Suprio, bersama anggota KPI, dan Ketua Dewan Pers, M Nuh, serta anggota lain Dewan Pers.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Bambang Kristiono menegaskan Komisi I mendukung Dewan Pers mengoptimalkan imbauan kepada media agar menjalankan kode etik jurnalistik saat melakukan peliputan COVID-19.

“Media massa harus tetap memperhatikan Kode Etik Jurnalistik saat melakukan peliputan. Terutama terkait COVID-19. Selain itu, Dewan Pers diminta secara aktif dan berkelanjutan, melindungi tugas jurnalis. Ini penting dalam rangka menjaga keamanan kerja saat melakukan peliputan demi keberlangsungan eksistensi perusahaan pers,” kata Bambang.

Terpisah, Ketua Dewan Pers M Nuh mengklaim media senang memberitakan pasien COVID-19 yang telah sembuh. Hal itu, kata Nuh, artinya memunculkan harapan dan optimisme agar pandemi segera berlalu. “Ketika ada yang sembuh lalu diberitakan jumlahnya. Ini memberikan optimisme kepada masyarakat bahwa COVID-19 bisa disembuhkan. Tetapi, tidak boleh meremehkan,” ujar Nuh.

Dia mengatakan terkait kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diambil beberapa pemerintah daerah, mendapatkan perhatian media. Sebab, menimbulkan beberapa persoalan. Media pun memberikan kritik. Namun, lanjutnya, kritik media terkait kebijakan tersebut bukan hal yang negatif.

“Sebab, ini merupakan upaya menyempurnakan kebijakan yang akan diterapkan. Kami tetap pada kode etik jurnalistik. Ini menjadi ruh dari kawan-kawan media. Sepanjang masih berada di koridor jurnalistik, maka kritik itu bagian dari usaha dan tugas. Meski itu harus disampaikan dalam bahasa yang santun,” paparnya.

Mantan Mendikbud ini mengakui pemberitaan media terkait COVID-19 ada yang sensasional. Sehingga menimbulkan kehebohan di masyarakat. Namun, ada juga pemberitaan yang kurang edukatif bagi publik. Misalnya tidak akurat dan kurang selektif memilih narasumber. “Realitasnya begitu. Pemberitaan hanya parsial dengan satu kasus tertentu. Media massa juga harus dikritik. Sehingga ada check and balances dari seluruh pilar demokrasi. Itu semua harus dilakukan,” paparnya.

Sumber: Jambiekspres.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only