Harga minyak dunia anjlok, ini kata sejumlah ekonom

JAKARTA. Harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) terperosok dalam di awal pekan ini. Berdasarkan data Bloomberg hingga pukul 13.00 WIB, harga minyak tersebut kontrak pengiriman Mei 2020 di Nymex berada di level US$ 14,99 per barel. 

Menurut ekonom Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, penurunan harga minyak mentah ini memberi kabar buruk bagi penerimaan negara secara umum, bahkan hingga 5%. 

“Kalau berlanjut jelas akan berpengaruh ke penerimaan. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) maupun dari perpajakan bisa terkoreksi,” kata Bhima kepada Kontan.co.id, Senin (20/4). 

Bhima pun menjelaskan, dari sisi PNBP penurunan penerimaan bisa terjadi karena harga minyak yang rendah bisa memengaruhi harga komoditas lain, khususnya harga komoditas energi dan tidak menutup kemungkinan bisa menjalar ke komoditas perkebunan, seperti minyak kelapa sawit. Ini pun akhirnya berpotensi untuk menahan laju ekspor.

Sementara dari sisi perpajakan, penurunan harga minyak ini berpotensi mengurangi penerimaan dari pajak penghasilan (PPh) minyak dan gas (migas). 

Akan tetapi, di lain pihak, Bhima memandang ada sisi positif dari penurunan harga minyak ini, yaitu bisa direspons dengan kebijakan pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat, yaitu dengan penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) dan LPG 3 kg. 

“Jadi memang dari satu sisi pemerintah akan kehilangan pendapatan, tetapi di sisi lain harga minyak mentah ini bisa mendorong pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat sehingga tidak jatuh ke bawah garis kemiskinan,” tambah Bhima. 

Sependapat dengan Bhima, peneliti senior Institute Kajian Strategis (IKS) Universitas Kebangsaan RI Eric Sugandi juga menyatakan bahwa penurunan harga minyak ini berdampak negatif pada penerimaan pajak migas dan PNBP migas, meski bisa menurunkan beban subsidi BBM. 

Dengan adanya penurunan penerimaan ini, tak menutup kemungkinan juga bisa memperlebar defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Di satu sisi, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, pemerintah masih akan terus memantau perkembangan harga minyak dan pengaruhnya terhadap penerimaan negara. 

“Tentu kami akan melihat trend minyak ini sampai dengan akhir tahun 2020, jadi bukan harian atau mingguan untuk saat ini. Dan rata-ratanya untuk 12 bulan tahun anggaran,” jelas Askolani kepada Kontan.co.id, hari ini. 

Askolani menambahkan, pemerintah hingga kini masih menggunakan rata-rata harga ICP hingga Maret untuk perhitungan APBN di tahun ini. Menurutnya, hingga perhitungan terakhir, rata-rata ICP masih di kisaran US$ 50 per barel. 

Sumber : KONTAN.CO.ID

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only