Sektor Pajak Hadapi Tekanan di Masa Covid-19

Jakarta: Masa depan sektor pajak dengan adanya pandemi covid-19 dipastikan tertekan. Kepastian berapa lama darurat wabah akan berlangsung sangat menentukan prospek ekonomi tahun ini dan yang akan datang.

  Partner Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan penerimaan pajak bakal mengalami pukulan keras. Perlambatan ekonomi secara natural mengurangi basis pajak, sementara tax expenditure sebagai wujud pajak yang bersifat regulerend (mengatur) akan banyak digelontorkan.

  “Imbasnya, tax ratio turun drastis. Data dari World Bank menunjukkan bahwa terdapat penurunan rata-rata tax ratio dunia sekitar 1,5 persen setelah 2008. Penting untuk dicatat, penurunan yang tidak bombastis tersebut diakibatkan oleh karena faktor PDB yang menyusut,” kata Aji dalam webinar DDTC, Selasa, 21 April 2020.

Secara kumulatif, lanjut Aji, defisit anggaran umumnya akan membengkak seperti yang terjadi di Amerika Serikat pada periode 2007-2009. Defisit anggaran hanya sebesar satu persen dari PDB, dan setelahnya meningkat hingga minus 10 persen.

  Lebih lanjut Aji menjelaskan bahwa saat ini sektor perekonomian berada dalam bayang-bayang double economic shock, baik dari sisi penawaran maupun permintaan. Terganggunya rantai suplai global, pembatasan sosial, serta kelancaran cash flow akan memengaruhi sisi penawaran.

  Sementara itu, ancaman gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dan berkurangnya penghasilan harian memengaruhi sisi permintaan. Durasi dan kedalaman dampak pandemi covid-19 ini juga akan menentukan jenis dan besaran instrumen fiskal pemerintah di banyak negara, termasuk Indonesia.

  “Berbagai krisis, mulai dari depresi besar (great depression) 1930 hingga krisis keuangan global 2008, memperlihatkan kebijakan fiskal yang ekspansif kerap jadi opsi yang diambil oleh berbagai negara. Belanja yang besar dan relaksasi pemungutan pajak adalah jurus utamanya. Tujuannya, menyelamatkan ekonomi,” kata dia.

  Namun, kebijakan fiskal ekspansif juga bukan tanpa risiko. Selain risiko utang, lanjut dia, suku bunga, dan tingkat inflasi bisa juga turut terkerek naik. Meski demikian, defisit anggaran akibat kebijakan fiskal ekspansif kemungkinan hanya akan berlangsung sementara selama masa krisis covid-19. Selanjutnya, kebijakan yang diterapkan akan menuju pada konsolidasi fiskal.

  “Seiring berjalannya waktu program konsolidasi fiskal diterapkan. Hal ini akan ditandai dengan pengelolaan belanja yang prudent serta optimalisasi penerimaan pajak, baik pusat maupun daerah,” ucapnya.

Sumber: Medcom.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only