Begini peran pajak dalam menangani wabah Covid-19

JAKARTA. Corona virus disease 2019 (Covid-19) atau virus corona telah berdampak terhadap perekonomian dalam negeri. Dampaknya bukan hanya pada kesehatan manusia tetapi juga dirasakan pada perekonomian secara keseluruhan karena hampir seluruh sektor usaha mengalami tekanan yang besar.

Di Indonesia, Covid-19 sudah ditingkatkan statusnya menjadi bencana nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020. Pandemi Covid-19 telah mengakibatkan perlambatan pertumbuhan ekonomi, baik secara global maupun nasional. Secara global, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan akan mengalami pertumbuhan negatif hingga 3% di tahun 2020 atau mengalami penurunan 6,3%.

Oleh karena itu, peran pajak sebagai instrumen fiskal dapat menyokong ekonomi dalam negeri.

Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan John Hutagaol mengatakan dalam kebijakan fiskal, instrumen pajak sebagai fungsi regulerend lazim digunakan dalam rangka memberikan stimulus untuk kegiatan perekonomian dan investasi di suatu negara.

Caranya bisa melalui instrumen insentif pajak antara lain pembebasan pajak, penurunan tarif pajak, percepatan penyusutan atau amortisasi, perpanjangan waktu kompensasi kerugian, dan lain sebagainya. Misalnya adalah kebijakan tax holiday, tax allowance dan super deduction.

Terkait dengan dampak Covid-19, Pemerintah memberikan insentif pajak yang meringankan beban Wajib Pajak (WP) badan dan WP Orang Pribadi (OP) berupa pembebasan pajak, penurunan tarif pajak, pengurangan beban pajak, dan relaksasi pelayanan pajak.

Termasuk memperpanjang batas jatuh tempo pelayanan, penundaan penyampaian surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak penghasilan (PPh) OP 1770 maupun penyederhanaan kelengkapan keterangan dan/atau dokumen yang wajib dilampirkan dalam SPT PPh Badan 1771.

“Sasaran insentif pajak lebih ditujukan kepada pelaku usaha dan pekerja di sektor-sektor usaha yang paling merasakan dampak Covid-19 selain diarahkan untuk mendukung penyediaan obat-obatan, peralatan medis, dan sarana pendukung lainnya yang dibutuhkan untuk mengatasi Covid-19. Harapannya adalah tax expenditure berupa pemberian insentif pajak tersebut tepat sasaran,” kata John, Jumat (24/4).

Kendati begitu, John memandang bahwa ekonomi dalam negeri tidak bisa mengabaikan situasi global. Apalagi, melemahnya pertumbuhan ekonomi global dikarenakan oleh tekanan yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi ke-4 pilar ekonomi dunia yaitu Amerika Serikat, China, Jepang dan Uni Eropa.

China untuk pertama kalinya mengalami kontraksi dengan pertumbuhan ekonomi negatif 6,8% pada kuartal pertama tahun 2020 walaupun pada akhir tahun 2020 diperkirakan kembali tumbuh positif sekitar 1,2%. Nasib yang sama juga dialami oleh ketiga pilar ekonomi dunia lainnya. IMF memprediksi lonjakan pertumbuhan ekonomi global di tahun 2021 menjadi 5,8%.

Dalam rangka mitigasi risiko dampak pandemi Covid-19, hampir seluruh negara/yurisdiksi di dunia memberikan stimulus ekonomi berupa kebijakan moneter dan fiskal untuk meningkatkan daya tahan dunia usaha.

“Paket kebijakan stimulus ekonomi bertujuan untuk memberikan keringanan, kemudahan, dan likuiditas sehingga dapat meringankan beban pelaku usaha di tengah kondisi ekonomi yang sulit ini,” ujar John.

Sumber : KONTAN.CO.ID

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only