Menunggu Stimulus yang Lebih ‘Nendang’

Stimulus Rp 405,1 triliun dinilai masih belum “nendang” untuk mendongkrak ekonomi Indonesia yang sedang turun tajam akibat terpaan badai pandemi Covid-19. Dengan asumsi PDB Indonesia Rp 16.000 triliun, sejumlah kalangan menyarankan agar pemerintah menambah stimulus ekonomi hingga Rp 1.600 triliun atau 10% dari PDB.

Pemerintah sudah tiga kali memberikan stimulus ekonomi, masing-masing, Rp 8,5 triliun, Rp 22,5 triliun, dan Rp 405,1 triliun.

Menkeu Sri Mulyani Indrawati pekan lalu menyatakan, respons pemerintah berevolusi sesuai dengan kondisi riil yang dihadapi. Pada stimulus pertama, Covid-19 belum menyebar di Indonesia.

Demikian pula pada stimulus kedua. Waktu itu, Covid belum menyeramkan.Stimulus pertama ditujukan kepada sektor periwisata yang terpukul oleh dampak pembatasan pergerakan manusia di sejumlah negara. Stimulus juga diberikan untuk subsudi bunga perumahan dan perluasan kartu sembako.

Pada stimulus kedua, pemerintah fokus pada peningkatan daya beli masyarakat dan kemudahan ekspor-impor. Ada insentif pajak bagi para pekerja, pembebasan PPh pasar 22, pengurangan PPh pasar 25 hingga 30%, dan percepatan restitusi bagi 19 sektor tertentu.

Ketika penyebaran Covid-19 meluas, korban berjatuhan, kapasitas medis tidak lagi cukup untuk melayani pasien Covid, dan ekonomi mulai luluh-lantak, pemerintah meluncurkan stimulus ketiga sebesar Rp 405,1 triliun.

Selain itu, ada penghematan sekitar Rp 190 triliun dan realokasi belanja Rp 55 triliun di kementerian dan lembaga. Dana stimulus ekonomi Rp 405,1 terbagi atas Rp 75 triliun untuk insentif tenaga medis dan belanja penanganan kesehatan, Rp 110 triliun untuk social safety net, Rp 70,1 triliun untuk pajak dan bea masuk yang ditanggung pemerintah dan stimulus kredit usaha rakyat (KUR), dan Rp 150 triliun untuk mendukung pemulihan ekonomi, khususnya sektor industri.

Dana stimulus ini dinilai tidak cukup untuk mendongkrak daya beli rakyat yang kehilangan pendapatan dan ekonomi yang ambruk terpukul Covid-19. Pandemi ini sudah menimbulkan lumpuhnya kegiatan produksi, terputusnya rantai pasokan barang, dan hancurnya daya beli masyarakat. Krisis ekonomi tahun 2020 jauh melebihi krisis ekonomi tahun 1998. Waktu itu, yang terpukul hanya sektor keuangan dan korporasi besar yang terjerat utang dan bangkrut.

Sedang tahun ini, yang terpukul adalah semua sektor, termasuk sektor informal dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sisi supply dan demand sama-sama terpukul dan jatuh terjengkang. Sebagai pandemi, Covid-19 memukul ekonomi dunia. Bank Dunia memperkirakan, laju pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2020 berkisar minus 3,5% hingga positif 2,1%.

Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) membuat dua skenario. Pada skenario berat, ekonomi bertumbuh 2,3% dan skenario sangat berat minus 0,4%. Target KSSK adalah menjaga penurunan ekonomi tidak sampai jauh menembus 2,3%.

Pada kuartal I-2020, ekonomi Indonesia diprediksi bertumbuh 4,7%. Namun, pada kuartal II dan III, laju pertumbuhan ekonomi diprediksi turun ke 1,1% dan 1,3%. Belum sampai minus.

Sedang pada kuartal IV, ekonomi kembali menanjak dengan pertumbuhan 2,4%. Skenario berat ini dibuat dengan asumsi puncak Covid-19 akhir Mei. Namun, jika penanganan Covid-19 tidak sungguh-sungguh dan puncaknya bergeser, skenario sangat berat yang akan terjadi.

Ekonomi dunia sudah di ambang resesi. Untuk mencegah penurunan kinerja ekonomi agar tidak jatuh terlalu dalam, berbagai Negara memberikan stimulus besar-besaran. Malaysia memberikan dana stimulus hingga 10% dari PDB. AS memberikan dana stimulus US$ 2,3 triliun atau sekitar 10% dari PDB negara itu. Dalam kurs Rp 15.000, stimulus itu setara dengan Rp 300.000 triliun. Kebijakan ini sudah memiliki dasar hukum, yakni Section 13 (3) Federal Reserve Act dan sudah disetujui Treasury Secretary.

Dalam pada itu, fed fund rate sudah diturunkan ke level 0,00-0,25%, level yang sama dengan tahun 2008. Gubernur The Fed Jeremy Powell menyatakan, pihaknya tidak memiliki batasan dalam mendukung pemulihan ekonomi AS. Itu mengisyaratkan bahwa quantitative easing atau instrumen kuantitas akan terus diberikan hingga ekonomi Paman Sam kembali pulih. Indonesia perlu memberikan stimulus yang lebih besar, yakni minimal Rp 1.500 triliun. Tanpa ada stimulus yang memadai, daya beli masyarakat akan kian hancur dan ekonomi ambruk hingga lebih dari skenario sangat berat yang dibuat KSSK.

Pertama, dana stimulus sangat penting untuk langsung mendukung peningkatan kapasitas medis dan upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Pemerintah perlu memastikan tidak ada masalah dengan alat pelindung diri (ADP) bagi para pekerja medis dan masyarakat. Juga tidak masalah dengan obat-obatan dan alat kesehatan

Untuk mendukung pembatasan pergerakan manusia, baik bagi wilayah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) maupun yang tidak menerapkan PSBB, pemerintah harus menyediakan dana social safety net dalam jumlah cukup. Mereka yang tidak memiliki makanan dan bahan kebutuhan pokok harus ditanggung negara.

Mereka yang tak mampu menyewa rumah karena kehilangan pekerjaan harus mendapat bantuan pemerintah. Mereka yang bersedia tidak pulang kampung harus ditanggung biaya hidupnya oleh pemerintah. Pemerintah, pusat hingga daerah, harus bisa memilah orang miskin lama, yang sudah ada sebelum pandemi Covid-19 dan orang miskin baru karena Covid-19. Orang miskin lama sudah terdaftar, by address dan by name, di Kementerian Sosial.

Mereka adalah penerima Program Keluarga Harapan (PKH) dan penerima bantuan sembako. Menjelang Covid, ada penerima kartu pra-kerja. Mereka ini perlu dihitung terpisah. Dengan data ini, pemerintah perlu menghitung dengan cermat jumlah orang miskin baru akibat Covid-19.

Data terakhir pemerintah menunjukkan ada 1,17 juta orang miskin baru dan 5,2 juta pengangguran baru. Angka ini pasti terus meningkat. Karena setiap hari ada perusahaan yang merumahkan karyawan dan sektor informal yang sudah lumpuh akan melahirkan pengangguran dan orang miskin baru.

Dana jaring pengaman sosial Rp 110 triliun tidak lagi cukup. Paling tidak lebih 40% masyarakat Indonesia pada piramida paling bawah atau 108 juta kini dalam kesulitan. Jika puncak Covid-19 baru terjadi Mei atau Juni 2020, lebih dari 50% orang Indonesia akan jatuh miskin.

Kedua, pemerintah perlu menyediakan dana stimulus besar untuk mendorong industri dan berbagai sektor ekonomi yang lumpuh. Dana stimulus ekonomi paling tidak Rp 1.000 triliun.

Selain untuk mendorong UMKM, juga untuk membantu korporasi. Kita mengapresiasi rencana pemerintah yang berencana meluncurkan stimulus keempat. Ada 18 sektor yang sudah dipilih untuk mendapatkan stimulus, di antaranya industri pengolahan, perdagangan besar, real estat, konstruksi, pertanian, pertambangan, pengadaan listrik, pengelolaan air, komunikasi, pendidikan, kesehatan, dan komunikasi.

Pihak Otorita Jasa Keuangan (OJK) sudah memberikan kumudahan kepada bank, lembaga keuangan, dan perusahaan sebagai debitur untuk melakukan restrukturisasi kredit. Pihak yang memanfaatkan mekanisme diberikan insentif agar bisa terus mendapatkan kredit. Multifinance dan debiturnya dipersilakan melakukan restrukturisasi lewat perbankan.

Sedang Bank Indonesia sudah menyatakan kesiapan untuk menjadi lender of the last resort. Sudah Rp 300 triliun likuiditas yang dipasok BI ke pasar uang. Bank sentral juga sudah menyediakan lagi Rp 117,8 triliun untuk menambah likuiditas. Ke depan, BI akan siap menggunakan instrumen kuantitas untuk mendorong perekonomian.

Pemerintah, BI, dan OJK akan terus mencermati perkembangan penanganan Covid-19 serta dampaknya dan siap merespons dengan kebijakan yang tepat. Begitulah janji ketiga pemegang otoritas yang diungkapkan kepada publik dalam beberapa kesempatan. Paling tidak, janji ini memberikan kita harapan bahwa dana untuk penanganan kesehatan dan jaring pengaman sosial akan diberikan sesuai kebutuhan.

Juga, janji ini memberikan kita keyakinan bahwa ekonomi Indonesia tidak akan dibiarkan jatuh, apalagi jatuh sangat dalam. Janji ini memberikan kita harapan akan stimulus yang lebih “nendang”.

Sumber : Investor.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only