Terimbas Covid-19, Sektor Hulu Migas Minta Insentif ke Menkeu

JAKARTA — Wabah covid-19 menyebabkan banyak kegiatan terganggu, tidak terkecuali di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas). Aktivitas di subsektor energi ini juga turut babak belur lantaran merosotnya harga minyak secara drastis akibat virus tersebut.

  Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan banyak dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) mengusulkan agar mendapatkan insentif dari pemerintah, terutama yang ditujukan pada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Insentif tersebut diyakini bisa menjadi stimulus bagi KKKS dalam mengurangi beban dari dampak covid-19 yang dirasakan.

  “Ada usulan yang kami sampaikan untuk menghadapi covid-19 yang diusulkan dari KKKS,” kata Dwi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Selasa, 28 April 2020.

Dwi mengatakan setidaknya ada sembilan usulan kebijakan yang diajukan dalam menghadapi covid-19 dan harga minyak yang rendah.

Pertama, penundaan pencadangan Abandonment Site Restoration (ASR) atau dana yang digunakan setelah kegiatan operasi untuk semua wilayah kerja (WK) atau blok. Stimulus ini akan berdampak pada perbaikan cash flow KKKS. Saat ini statusnya masih dalam tahap finalisasi.

Kedua, pemberian tax holiday berupa pembebasan pajak penghasilan (PPh) untuk semua WK. Insentif ini akan berdampak pada besaran pajak dan dividen bagi para pemegang kontrak bagi hasil (PSC) cost recovery sebesar 40-48 persen dan PSC gross split-Pertamina sebesar 25 persen. Usulan ini telah dibahas dengan Indonesian Petroleum Association (IPA) dan membutuhkan persetujuan dari Kementerian Keuangan.

Ketiga, penundaan atau penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) Liquefied Natural Gas (LNG) melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) 81 untuk semua WK yang menjual produknya sebagai LNG. Dampak stimulus ini akan memperbaiki cash flow KKKS. Usulan ini telah diharmonisasikan dan membutuhkan persetujuan dari Kementerian Keuangan.

Keempat, pembebasan biaya sewa Barang Milik Negara (BMN) hulu migas untuk semua WK yang baru menandatangani kontrak kerja sama di WK eksploitasi. Usulan ini perlu persetujuan Kementerian Keuangan.

Kelima, penghapusan biaya pemanfaatan kilang LNG Badak sebesar USD0,22 per MMBTU bagi semua WK yang produksi gasnya masuk ke sistem Kalimantan Timur. Usulan ini juga memerlukan persetujuan Kementerian Keuangan.

Keenam, penundaan atau pengurangan hingga 100 persen dari pajak-pajak tidak langsung khusus untuk WK eksploitasi yang juga membutuhkan persetujuan Kementerian Keuangan.

Ketujuh, keleluasaan untuk menjual gas dengan harga diskon untuk volume take or pay (TOP) dan daily contract quantity (DCQ).

Kedelapan, insentif berupa depresiasi dipercepat untuk batas waktu tertentu, perubahan split sementara misalnya sliding scale, dan Domestic Market Obligation (DMO) full price. Usulan ini berdampak untuk perbaikan keekonomian pengembangan lapangan. Pasalnya di tengah kondisi saat ini, biaya produksi atau kegiatan di lapangan jauh lebih tinggi dibanding harga produk yang dihasilkan.

Terakhir, dukungan dari kementerian yang membina industri pendukung hulu migas seperti industri baja, rig, jasa servis, dan lain sebagainya terhadap pembebasan pajak bagi usaha penunjang tersebut. Usulan ini membutuhkan persetujuan dari Kementerian Perindustrian dan Kementerian Keuangan.

“Ini kepada semua WK estimasi dampaknya adalah upaya menjaga keekonomian usaha,” jelas mantan Direktur Utama Pertamina ini.

Sumber: Medcom.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only