Indonesia akan mengizinkan penambangan batu bara di Papua Barat meskipun ada gerakan pemberontakan selama hampir 60 tahun yang menentang klaim pemerintah atas sumber daya di kawasan ini. Wilayah tersebut juga dikenal memiliki rekam jejak proyek pertambangan dan gas yang merusak lingkungan dan hanya memberikan sedikit manfaat bagi sebagian besar penduduk setempat.
Indonesia adalah salah satu pengekspor batu bara terbesar di dunia dan dengan pengawasan yang lemah, perusahaan pertambangan batu bara telah menggunduli hutan hujan tropis dan membuat sumber daya alam lain yang berkaitan dengan masyarakat adat tercemar. Di pulau Kalimantan saja, konsesi penambangan batu bara sudah mencakup lebih dari 3,8 juta hektare.
Selain ekspor, Indonesia telah berencana untuk membangun puluhan pembangkit listrik tenaga batu bara baru. Langkah itu semakin memperdalam ketergantungan negara pada batu bara.
Sampai sekarang, Indonesia telah mengembangkan sektor pertambangan, terutama di Kalimantan dan Sumatra. Namun, para politisi di Jakarta dan perusahaan pertambangan batu bara kini mulai beralih ke Papua. Pemerintah telah memberikan izin kepada 25 perusahaan untuk melakukan eksplorasi batu bara di Provinsi Papua Barat, dan menurut Mongabay, sebanyak empat perusahaan telah secara aktif melakukan negosiasi dengan para pemilik tanah setempat.
Di Papua, ekstraksi sumber daya alam terjadi dengan sangat kontroversial. Indonesia merebut kembali wilayah itu pada 1969 melalui referendum. Selama hampir 60 tahun, Gerakan Kemerdekaan Papua Barat telah menentang kendali pemerintah.
Konflik yang terjadi sering berubah menjadi kekerasan dan lebih dari 500.000 penduduk asli Papua Barat tewas. Agustus lalu, terjadi aksi protes terbesar bagi kemerdekaan Papua Barat dalam 20 tahun. Dengan sejarah konflik kekerasan dan ketidakpercayaan yang mendalam di kawasan ini, sangat sulit untuk mengembangkan sumber daya alam dengan cara yang aman dan bertanggung jawab.
Komoditas batu bara hanya menawarkan sedikit manfaat, tapi berisiko mengulang kesalahan dari industri tambang lainnya. Seperti halnya penjajah Belanda, masyarakat lokal dan pemerintah telah lama mengetahui tentang potensi deposit batu bara Papua, tapi dianggap terlalu sulit untuk ditambang dan terlalu jauh dari pusat ekonomi. Ketika batu bara menjadi lebih menguntungkan dan teknologi semakin maju, perusahaan-perusahaan pertambangan mulai menunjukkan minat pada daerah tersebut, terutama di sekitar Teluk Bintuni yang terletak di ujung barat Papua.
Dorongan Jakarta untuk mengembangkan sumber daya alam di seluruh kepulauan juga merupakan bagian dari strategi untuk memusatkan kekuasaan dan kendali.
Buang Limbah
Papua sudah menjadi lokasi operasi penambangan yang luas, termasuk Grasberg, salah satu penambangan emas dan tembaga terbesar di dunia yang diperkirakan berrnilai 100 miliar dollar AS. Grasberg, yang dioperasikan oleh perusahaan milik pemerintah, Freeport Indonesia, dilaporkan telah membuang ribuan ton limbah per hari ke sungai setempat dan telah dikaitkan dengan sejumlah pelanggaran hak asasi manusia.
Gerakan Kemerdekaan Papua Barat menganggap semua proyek termasuk tambang Grasberg, sebagai pelanggaran terhadap hak orang Papua atas sumber daya alam mereka. Beberapa kelompok berusaha menegakkan klaim itu dengan kekerasan.
Batu bara tidak menawarkan Papua Barat jalan keluar dari kemiskinan. Terlepas dari perdebatan di sekitar Tangguh dan Grasberg, pemerintah dan perusahaan pertambangan masih menganggap pengembangan sumber daya alam merupakan jalan keluar dari kemiskinan bagi masyarakat Papua Barat. Saat ini, satu dari empat orang di Papua hidup dengan kurang dari satu dollar per hari, sementara tingkat kemiskinan di Papua tiga kali lebih tinggi daripada di negara lain.
Tahun lalu, produk domestik bruto (PDB) di Papua menyusut 7,4 persen tingkat pertumbuhan terendah di wilayah itu karena PDB nasional naik hanya di atas 5 persen. Pada saat yang sama, operasi penambangan memasok pendapatan pajak yang signifikan untuk negara. Antara tahun 1992 dan 2009, Freeport membayar pajak kepada negara sebesar 9,3 miliar dollar AS.
Ada bukti kuat bahwa penambangan dan ekstraksi sumber daya alam tidak akan memperbaiki kondisi masyarakat lokal. Sebuah studi tingkat provinsi baru-baru ini menunjukkan pertumbuhan di sektor pertambangan tidak membawa dampak apa pun dalam mengurangi kemiskinan, dan akselerasi tajam dalam proyek pertambangan justru memperburuk kemiskinan.
Di tengah ancaman polusi, konflik bersenjata dan pertumbuhan yang menurun, pengembangan tambang baru di Papua menimbulkan risiko besar bagi penduduk lokal serta perusahaan pertambangan.
Perusahaan-perusahaan batu bara berisiko memperparah konflik di wilayah tersebut dan menciptakan kembali kesalahan tambang yang dilakukan Grasberg dan ladang gas Tangguh.
Sumber : Koran-Jakarta.com
Leave a Reply