Ini Usulan REI untuk Selamatkan Industri Properti Nasional

JAKARTA – Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) mengajukan sejumlah usul untuk menyelamatkan industri properti nasional yang tengah terpuruk dihantam pandemi virus corona Covid-19.

Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida mengungkapkan bahwa kondisi industri properti saat ini semakin terpuruk akibat penyebaran wabah coronavirus disease (Covid-19).

Dia menilai diperlukan relaksasi kebijakan yang lebih luas agar dunia usaha mampu bertahan pada masa sulit akibat pandemi corona ini termasuk agar tetap bisa memutar roda usaha dan meminimalisasi PHK di industri properti.

“Hampir dapat dipastikan seluruh bidang usaha real estat mengalami kerugian, padahal kontribusi sektor real estat sangat besar terhadap perekonomian nasional,” ungkapnya pada Jumat (1/5/2020).

Dia mengutarakan sektor real estat mencakup 13 bidang usaha, dan memiliki linkage terhadap 174 industri turunan serta menaungi 20 juta tenaga kerja yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dengan demikian, pukulan terhadap bisnis properti tentunya akan berdampak besar juga terhadap ekonomi nasional.

Terkait dengan hal itu, REI mengusulan sejumlah hal untuk menyelamatkan industri properti dan perekonomian nasional.

Pertama, REI meminta restrukturisasi kredit tanpa mengurangi peringkat kolektabilitas. Menurut Totok, kelangsungan bisnis real estat saat ini sangat bergantung terhadap kebijakan perbankan, sehingga REI meminta dapat dilakukan penghapusan bunga kredit selama 6 bulan atau penangguhan pembayaran bunga dan angsuran pokok selama 12 bulan.

Kedua, pencadangan dana atau sinking fund bisa dibuka blokir dan tidak harus dipenuhi pada setiap bulan selama masa Covid-19, tidak membekukan rekening deposito milik debitur agar dapat digunakan oleh debitur untuk kelangsungan usaha dan memenuhi kewajiban kepada karyawan, serta biaya retensi diharapkan dapat dicairkan.

“Namun, kebijakan ini harus diikuti dengan instruksi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sehingga seluruh perbankan mengikuti dan mematuhinya,” kata Totok.

Ketiga, untuk stimulasi aspek perpajakan, REI juga mengusulkan penghapusan Pajak Penghasilan (PPh) 21, percepatan pengurangan pajak PPh badan, menurunkan PPh final dari 2,5 persen menjadi 1 persen dan menerapkan PPh final tersebut berdasarkan nilai aktual transaksi, bukan berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

Masih di aspek pajak, REI mengusulkan untuk pajak daerah, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. (BPHTB) dihapuskan, juga dilakukan penghapusan atau diskon Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta tidak ada kenaikan NJOP.

Keempat, REI juga berharap adanya penurunan tarif beban puncak dan penghapusan beban biaya minimal bulanan PLN (listrik) dan PDAM (air) untuk hotel, mal, dan perkantoran.

“REI juga berharap pemerintah menunda penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 dan 72 yang dimaksudkan supaya perusahaan real estat dapat berkonsentrasi pada penyehatan perusahaan dan proyek,” kata Totok.

Rumah Bersubsidi

Khusus terhadap rumah bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), kata Totok, DPP REI mengusulkan agar Program Sejuta Rumah khususnya rumah subsidi dijadikan sebagai salah satu program padat karya pemerintah.

Menurut Totok, pemerintah dapat terus memutar roda ekonomi melalui program pembangunan rumah MBR ini karena industri ini bersifat padat karya dan melibatkan 174 industri turunan.

REI berharap agar dana Subsidi Selisih Bunga (SSB) untuk MBR dapat segera dicairkan dan pembiayaan rumah MBR berjalan secara paralel dengan program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).

Dalam waktu 6 bulan ke depan, REI siap memasok 250.000 unit rumah MBR apabila didukung dengan pencairan pembiayaan yang cepat dari pemerintah dan perbankan.

“Masih terkait Program Sejuta Rumah, kami mendorong pemberian kredit perbankan untuk MBR tidak dibatasi segmentasinya. Saat ini bank sangat selektif untuk memberikan KPR bagi MBR,” ungkap Totok.

Dia menyebutkan pada masa pandemi Covid-19 ini, perbankan sangat selektif dan membatasi konsumen rumah MBR hanya untuk ASN/TNI/Polri/karyawan BUMN dan karyawan swasta yang memiliki penghasilan tetap (fix income).

DPP REI mengharapkan ada kebijakan jelas sehingga karyawan swasta atau pekerja dengan penghasilan tidak tetap (non-fix income) lainnya juga dapat menikmati fasilitas kredit rumah subsidi. 

Untuk menjaga keamanan kredit dari konsumen non-fix income tersebut, menurut Totok, pengembang siap memberikan buyback guarantee selama 6 – 12 bulan sebagai bentuk tanggung jawab pengembang.

Sumber: bisnis.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only