Ekstensifikasi Berbasis Kewilayahan Belum Optimal, Ini Alasannya

JAKARTA — Upaya ekstensifikasi berbasis kewilayahan masih belum optimal karena adanya pandemi Covid-19. Kondisi tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (6/5/2020).

Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak (DJP) Ihsan Priyawibawa mengatakan pengawasan berbasis kewilayahan belum bisa dijalankan secara optimal karena pembatasan sebagai efek pandemi Covid-19. Pelayanan langsung (tatap muka) juga masih berhenti hingga 29 Mei 2020.

Berhentinya pelayanan langsung, menurutnya, telah berdampak pada kinerja pelaporan surat pemberitahuan (SPT) tahunan. Masih banyak wajib pajak yang mengandalkan pelayanan tatap muka sehingga hingga batas akhir, pelaporan SPT tahunan masih turun dibandingkan dengan tahun lalu.

Selain itu, ada pula bahasan mengenai pemberian insentif pajak kepada wajib pajak yang terdampak Covid-19. Salah satu aspek yang masih disorot adalah adanya kewajiban pelaporan pemanfaatan insentif pajak yang wajib disampaikan kepada DJP.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Teknologi Informasi

Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak DJP Ihsan Priyawibawa mengungkapkan setelah pandemi Covid-19 berakhir, petugas pajak akan segera turun ke lapangan untuk melakukan ekstensifikasi berbasis kewilayahan. DJP akan memanfaatkan semua data yang tersedia.

“Untuk pengamatan lapangan selama work frome home belum dapat dilakukan. Kami melakukan pengayaan dan perbaikan profil wajib pajak dengan memanfaatkan teknologi informasi,” katanya. (Kontan)

  • Lebih Berimbang

Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan ekstensifikasi berbasis kewilayahan menjadi aspek penting yang harus dijalankan. Terlebih, pemerintah sudah memberikan beragam stimulus pajak untuk banyak pihak sebagai respons adanya pandemi Covid-19.

Beragam insentif itu diperkirakan akan mengerek tax expenditure. Pada saat yang sama, pemerintah tetap harus menjaga stabilitas penerimaan pajak. Oleh karena itu, ekstensifikasi, terutama terkait wajib pajak orang pribadi, sangat krusial.

“Ini juga untuk menciptakan struktur penerimaan pajak yang lebih berimbang dan tidak rentan, yang tidak terlalu tergantung kepada wajib pajak besar atau badan,” tutur Darussalam. (Kontan)

  • Laporan Realisasi Insentif

Penerima insentif pajak yang ada dalam PMK 44/2020 harus menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif. Hal ini dijabarkan dalam Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No. SE-29/PJ/2020.

Adapun laporan realisasi merupakan laporan yang harus disampaikan bagi wajib pajak yang memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP, PPh final DTP untuk UMKM, pembebasan pemungutan PPh Pasal 22 lmpor, dan/atau pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25. Simak artikel ‘Penerima Insentif Pajak, Termasuk UMKM, Wajib Sampaikan Laporan ke DJP’. (DDTCNews)

  • Aplikasi Online Disiapkan

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan untuk saat ini, sistem DJP Online baru menyediakan pengajuan permohonan insentif pajak. Untuk sistem pelaporan masih disiapkan.

“Saat ini sedang disiapkan aplikasi untuk laporan realisasinya,” katanya. Simak artikel ‘Soal Laporan Insentif PPh Final DTP bagi UMKM, DJP Siapkan Aplikasinya’. (DDTCNews)

  • Kepatuhan Formal Baru 61,9%

Berdasarkan data di laman resmi DJP, per 1 Mei 2020, jumlah SPT tahunan yang sudah masuk sebanyak 10,97 juta. Jumlah tersebut masih turun sekitar 9,43% dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebanyak 12,11 juta.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 10,32 juta merupakan pelaporan SPT tahunan wajib pajak orang pribadi. Sisanya, sekitar 658.957 adalah pelaporan SPT tahunan wajib pajak badan.

Adapun total wajib pajak yang wajib menyampaikan SPT pada tahun ini berkisar di angka 18 juta, dengan 1,4 juta di antaranya merupakan wajib pajak badan. Dengan demikian, kepatuhan formal baru sekitar 61,9% atau masih ada sekitar 7 juta wajib pajak yang belum menyampaikan SPT tahunan. (DDTCNews)

  • Tunggu STP

Bagi wajib pajak yang terlambat melaporkan SPT tahunan, sesuai ketentuan, akan mendapat sanksi administrasi berupa denda. Namun, pembayaran sanksi tidak bisa langsung dilakukan. Pembayaran sanksi administrasi berupa denda dilakukan setelah wajib pajak mendapatkan surat tagihan pajak (STP) dari KPP DJP.

“Diterbitkan STP dulu oleh KPP-nya,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama. (DDTCNews)

  • Perlambatan

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal I/2020 hanya mencapai 2,97%, melemah cukup dalam dibandingkan dengan capaian kuartal I/2019 sebesar 5,07%. Pertumbuhan ini menjadi yang terendah sejak kuartal I/2001.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan dibandingkan kuartal sebelumnya, ekonomi Indonesia juga mengalami kontraksi 2,41%. Menurutnya, situasi tersebut disebabkan pandemi virus Corona yang bermula di China sejak akhir 2019 lalu.

Sumber: DDTC.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only