Korona membuat Ditjen Pajak kesulitan ekstensifikasi pajak

JAKARTA. Upaya Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengumpulkan penerimaan negara melalui ekstensifikasi basis pajak baru terhambat pembatasan sosial untuk mencegah pandemi virus korona. Kondisi ini membuat pajak tidak bisa melakukan pendekatan ke wajib pajak (WP) secara tatap muka.

Ekstensifikasi basis pajak tercermin dari realisasi surat pemberitahuan tahunan (SPT) yang turun. Ditjen Pajak mencatat realisasi penyampaian SPT sampai April sebanyak 10,5 juta. Angka ini turun 13,2% ketimbang periode sama tahun lalu 12,1 juta.

Padahal, sebelumnya pajak mematok target realisasi SPT bisa mencapai tingkat kepatuhan formal wajib pajak di level 80%-85% dari jumlah SPT yang terlapor yakni sebanyak 19 juta wajib pajak atau setara 15,2 juta-16,1 juta SPT. 

Adapun berdasarkan catatan Ditjen Pajak, realisasi untuk wajib pajak orang pribadi baik karyawan maupun non-karyawan mencapai 10,01 juta SPT , lebih rendah 12,03% ketimbang 30 April 2019 sebanyak 11,38 juta SPT.

Direktur Potensi dan Kepatuhan Pajak Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) Ihsan Priyawibawa mengatakan tingkat kepatuhan SPT turun karena ada beberapa penyebab. Diantaranya adalah wajib pajak terutama orang pribadi (OP) masih mengandalkan layanan tatap muka saat pengisian SPT.

“Misalnya. kelas pajak yang diselenggarakan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk konsultasi pengisian SPT. Hal ini tidak bisa kami lakukan dalam kondisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan work from home,” kata Ihsan kepada KONTAN, Selasa (5/5).

Untuk mengejar penerimaan pajak melalui ekstensifikasi tahun ini pihaknya  fokus pada pengawasan berbasis kewilayahan. Bila virus korona sudah hilang, otoritas pajak akan turun langsung ke lapangan dengan memanfaatkan data yang tersedia di sistem Ditjen Pajak, baik internal maupun eksternal seperti data faktur, data keuangan dan lainnya.

“Untuk pengamatan lapangan selama work from home belum dapat dilakukan, kami melakukan pengayaan dan perbaikan profil wajib pajak dengan memanfaatkan teknologi informasi,” tutur Ihsan.

Menurut pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam perluasan basis pajak berbasis kewilayahan menjadi penting saat ini karena pemerintah sudah kewalahan mengejar setoran pajak yang ditargetkan oleh pemerintah. 

Apalagi pemerintah sudah memberikan beragam stimulus pajak bagi banyak pihak untuk menjaga roda ekonomi mereka tidak terjatuh lebih dalam. Situasi sekarang ini tentunya bisa membuat tax expenditure kemungkinan besar akan meningkat. Namun,  kestabilan penerimaan pajak juga harus dijaga.

Karena itu memang tidak ada pilihan lagi selain strategi perluasan basis pajak kini menjadi kunci untuk menambah setoran pajak. Yang paling utama adalah terhadap wajib pajak orang pribadi supaya menjadi lebih berimbang dengan wajib pajak lainnya, terutama dari perusahaan. 

“Ini juga untuk menciptakan struktur penerimaan pajak yang lebih berimbang dan tidak rentan yang tidak terlalu tergantung kepada wajib pajak besar atau badan,” kata Darussalam kepada KONTAN, Selasa (5/5).

Adapun saat membuat profil wajib pajak perorangan ini pajak diharapkan sudah mencakup profil ekonominya dan sudah terstandardisasi supaya memudahkan dalam mengolah dan menyocokan data.

Realisasi penerimaan pajak sepanjang Januari-Februari 2020 sebanyak Rp 152,9 triliun turun 4,9% ketimbang 2019 yakni Rp 160,9 triliun.  

Sumber: kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only