Tahun Depan, Fokus Pemulihan Ekonomi

JAKARTA – Pemerintah resmi menetapkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (RAPBN) 2021. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan, fokus kebijakan pemerintah tahun depan akan diarahkan untuk pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19.

‘’Kebijakan fiskal 2021 mengangkat tema Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi Ekonomi,’’ ujarnya pada Rapat Paripurna di DPR, (12/5).

Ani menuturkan, pemerintah memang menyesuaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) dengan kondisi ekonomi yang dibayangi ketidakpastian tinggi akibat pandemi.

Dia menjelaskan, realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I 2020 yang hanya 2,97 persen mencerminkan adanya kontraksi yang dalam dan menuju ke skenario berat. Kondisi itu membuat pemerintah menakar berbagai skenario perkembangan ekonomi ke depan.

Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu menuturkan, pada tahun depan, pemerintah akan fokus pada pembangunan pada pemulihan industri, pariwisata, dan investasi, reformasi sistem kesehatan nasional dan jaring pengaman sosial serta reformasi sistem ketahanan bencana. ‘’Fokus pembangunan ini diharapkan mampu menghidupkan kembali mesin ekonomi nasional yang sedang berada dalam momentum pertumbuhan,’’ imbuhnya.

Dengan berbagai dinamika itu, pemerintah menargetkan asumsi pertumbuhan ekonomi RI mencapai 4,5-5,5 persen di tahun depan. Pemerintah juga menetapkan defisit anggaran pada tahun depan pada kisaran 3,21-4,17 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Selain itu, rasio perpajakan tahun depan ditetapkan hanya 8,25-8,63 persen. Posisi rasio itu terbilang amat rendah. Data mencatat bahwa rasio perpajakan RI merosot sejak tahun 2015. Jika mengacu ke standar internasional, angka tax ratio yang ideal mencapai 15 persen.

Seperti diketahui, tax ratio mencerminkan kemampuan suatu pemerintahan dalam menyerap kembali PDB untuk diwujudkan dalam penerimaan pajak yang pada akhirnya digunakan kembali untuk kepentingan masyarakat. Beberapa negara mempunyai penghitungan yang berbeda terhadap tax ratio ini dengan memasukkan juga antara lain jaminan sosial dan pajak daerah.

Menurut Ani, proyeksi rasio perpajakan itu telah memperhitungkan adanya kebutuhan untuk mempercepat pemulihan ekonomi melalui tambahan insentif perpajakan (tax expenditure) dan aktivitas ekonomi yang masih dalam proses pemulihan.

Sementara, lanjut dia, kebijakan perpajakan tahun depan difokuskan pada pemberian insentif yang lebih tepat dan relaksasi untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Optimalisasi penerimaan melalui perluasan basis pajak serta peningkatan pelayanan kepabeanan dan ekstensifikasi barang kena cukai juga digenjot. ‘’Konsistensi dalam melakukan reformasi perpajakan dan pemulihan ekonomi diharapkan mampu meningkatkan rasio perpajakan secara bertahap di masa yang akan datang,’’ tambahnya.

Terpisah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira memandang, asumsi yang dipaparkan pemerintah terbilang terlalu optimistis. Jika dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi, Bhima menilai momentum pemulihan belum bisa terealisasi secara optimal di tahun depan.

‘’Butuh waktu khususnya untuk industry manufaktur untuk kapasitas produksi bisa 100 persen. Butuh waktu bagi mereka yang di-PHK diterima kembali ke sektor usaha, ada jeda. Jadi (asumsi makro) masih terlalu overshoot, masih terlalu optimis,’’ ujarnya kepada Jawa Pos, kemarin (12/5).

Bhima bahkan memproyeksi pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 masih ada di bawa 4 persen. Pertimbangan itu didasarkan pada kinerja ekspor yang masih tertekan karena pandemi di banyak negara yang menjadi mitra dagang RI.

Menurut Bhima, pemulihan ekonomi nasional amat ditentukan oleh dua hal yakni konsistensi kebijakan pemerintah dan besaran stimulus yang digelontorkan.

Namun, akar masalah kembali muncul saat konsistensi kebijakan pemerintah menjadi longgar. ‘’Pandeminya belum selesai, korban positif masih meningkat, tapi PSBB sudah berencana akan dilonggarkan. Ini kontradiksi,’’ jelasnya.

Pelonggaran PSBB di tengah pandemi yang masih berlangsung akan membuat para pelaku usaha menjalankan bisnisnya secara setengah-setengah. Masyarakat pun yang ingin beraktivitas di keramaian pun masih akan mengalami kekhawatiran terjangkit virus. Akibatnya, masyarakat lebih memilih menunda aktivitas di luar rumah.

Sementara, terkait dengan besaran stimulus disebutnya amat menjadi penentu pemulihan ekonomi. Besaran stimulus, ketepatan sasaran, dan kecepatan pemberian stimulus akan menjadi faktor penentu pemulihan ekonomi.

Bhima menyebut, sumber-sumber pertumbuhan ekonomi tahun depan berasal dari belanja pemerintah, sektor jasa, kesehatan, informasi dan komunikasi, jasa keuangan, serta industry makanan dan minuman.

Terkait dengan rasio perpajakan yang rendah, Bhima menyebut bahwa semestinya rasio perpajakan bisa ajeg, atau bahkan naik. Rendahnya rasio perpajakan itu disebabkan karena pemerintah terlalu agresif menebar stimulus fiskal, khususnya penurunan tariff PPh Badan. ‘’Itu yang memang akan menggerus rasio pajak. Kalau pemerintah terlalu jor-joran mungkin bisa lebih rendah, bisa 7 persen,’’ imbuhnya.

Bhima melanjutkan, sebelum ada pandemi, pemerintah sempat berkomitmen untuk mengejar kepatuhan pajak WNI di luar negeri yang belum mengikuti tax amnesty. Seharusnya, saat ini adalah momen yang tepat bagi pemerintah untuk merealisasikan janji itu.

‘’Ini momen yang tepat untuk melakukan pengejaran pajak khususnya pada orang-orang kaya yang masih menempatkan hartanya di luar negeri. Ini juga yang membuat rasio pajak kita terlalu rendah,’’ tuturnya. (dee)

Asumsi ekonomi makro dalam RAPBN 2021:

-Pertumbuhan ekonomi 4,5-5,5 persen

-Inflasi 2,0-4,0 persen

-Tingkat suku bunga SBN 10 tahun 6,67-9,56 persen

-Nilai tukar Rupiah Rp 14.900-Rp15.300 per dolar AS

-Harga minyak mentah Indonesia USD 40-50/barel

-Lifting minyak bumi 677-737 ribu barel per hari

-Lifting gas bumi 1.085-1.173 ribu barel setara minyak per hari.

Sumber: Prokal.co

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only