Efektivitas Pajak Digital Tergantung Mekanisme Sanksi

JAKARTA – Pengamat pajak dari Danny Darussalam Tax Centre (DDTC) Bawono Kristiaji menyampaikan, pelaksanaan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari perusahaan digital membutuhkan dukungan mekanisme sanksi. Bawono menilai, saat ini, pemerintah sudah memiliki basis aturan untuk menerapkan sanksi tersebut dan hanya menunggu proses implementasi.

“Efektivitasnya nanti akan sangat tergantung dari mekanisme punishment,” kata Bawono kepada Republika, Ahad (17/5).

Berdasarkan Pasal 7 Perppu No 1 Tahun 2020 telah disebutkan, ketidakpatuhan atas pengaturan mengenai PPN dan PPh dari Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) dapat dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan perundangan di bidang pajak. Hal itu mulai dari teguran hingga pemutusan layanan sementara.

Ini dilakukan oleh menteri yang berwenang di bidang komunikasi dan informatika berdasarkan permintaan Menteri Keuangan. Klausul tersebut membuka peluang efektivitas yang besar mengingat Indonesia sebagai market jurisdiction yang tentu berdampak besar bagi penyelenggara PMSE tersebut. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2020, implementasi kebijakannya akan berlaku pada 1 Juli 2020.

“Menurut saya, hal ini sudah tepat karena mulai dilakukan di semester II 2020 sehingga ada waktu untuk optimalisasi penerimaannya,” katanya.

Secara kesiapan, Bawono juga menyebut, sudah mulai dilakukan seperti pengaturan pengadministrasian yang akan dilakukan di bawah KPP Badan dan Orang Asing. Sehingga, secara umum, kebijakan tinggal menunggu implemetasi.

PMK Nomor 48 Tahun 2020 mengatur tentang tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN. Kriteria dan daftar pelaku usaha yang ditunjuk sebagai pemungut PPN atas produk digital dari luar negeri akan diumumkan kemudian.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama turut menyampaikan, berdasarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020, pelaku PMSE dapat menunjuk pihak lain di Indonesia untuk melaksanakan kewajiban pemungutan PPN. Hal ini untuk memfasilitasi sejumlah perusahaan digital yang tidak memiliki kantor atau perwakilan di Indonesia.

Hestu mengatakan, pihaknya sudah melakukan diskusi dengan perwakilan pelaku PMSE dari luar negeri, Kemenkominfo, dan perbankan agar pemberlakuan pemungutan PPN berjalan dengan baik mulai 1 Juli 2020 nanti.

“Kita yakin, ini akan berjalan dengan baik sebagaimana beberapa negara seperti Australia, Singapura, dan sebagian negara-negara OECD sudah menerapkan hal yang sama,” kata Hestu.

Selain itu, Hestu menyampaikan, Ditjen Pajak sudah memiliki sejumlah sumber data serta analisis untuk melihat potensi pajak digital baik saat ini maupun ke depannya. Hal ini, ujar Hestu, terus dipantau Ditjen Pajak. Meski begitu, dia masih belum mau membeberkan detail potensi pajak yang bisa diraih dari transaksi digital.

“Tapi, angkanya tidak perlu kita sampaikan dulu,” kata Hestu.

Sumber: Republika.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only