Defisit APBN Diproyeksi 6,27%, Tembus Rp 1.028,5 Triliun

Jakarta – Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berpotensi melebar hingga mencapai Rp 1.028,5 triliun atau 6,27% terhadap produk domestik bruto (PDB). Pemerintah sebelumnya telah melebarkan defisit APBN 2020 hingga 5,07% terhadap PDB atau mencapai Rp 852,9 triliun yang tertuang dalam Perpres Nomor 54 tahun 2020.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pelebaran defisit ini dikarenakan pemerintah memberikan anggaran tambahan dalam rangka pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang mencapai Rp 641,17 triliun. “APBN akan mengalami defisit Rp 1.028,5 triliun atau 6,27%, dalam rangka menalangi dan mendorong ekonomi agar tetap bertahan dalam menghadapi tekanan Covid-19,” ujarnya dalam konferensi pers virtual, Senin (18/5/2020).

Adapun, outlook pendapatan negara tahun ini hanya akan mencapai Rp 1.691,6 triliun, turun 13,6% dibandingkan realisasi 2019 sebesar Rp 1.957,2 triliun. Angka ini juga lebih rendah Rp 69,3 triliun dari target Perpres 54 tahun 2020 yang sebesar Rp 1.760,9 triliun.

Outlook pendapatan negara tersebut terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.404,5 triliun dan penerimaan negara bukan pajak Rp 286,6 triliun. Di mana, keduanya terkontraksi masing-masing 9,2% dan 29,6% dibandingkan tahun lalu. “Ini akibat dari begitu banyak insentif pajak diberikan dan pelemahan ekonomi di semua sektor,” ucapnya.

Di tengah pendapatan negara yang semakin seret, belanja negara justru diproyeksi lebih tinggi Rp 106,3 triliun dibandingkan Perpres 54 tahun 2020 sebesar Rp 2.613,8 triliun. Dalam outlook perubahan APBN 2020, belanja negara dipatok sebesar Rp 2.720,1 triliun yang terdiri dari Rp 1.959,4 triliun belanja pemerintah pusat, Rp 760,7 triliun untuk transfer ke daerah dan dana desa. Lalu, dalam kenaikan belanja tersebut, terdapat tambahan kompensasi Rp 76,08 triliun. Perinciannya, Rp 38,25 triliun untuk PT PLN dan Rp 37,38 triliun untuk PT Pertamina. Dengan demikian, secara keseluruhan total kompensasi untuk PLN mencapai Rp 45,42 triliun dan Pertamina Rp 45,02 triliun.

Selain itu, terdapat pula tambahan stimulus fiskal yang terdiri dari subsidi bunga UMKM, termasuk UMi Rp 34,2 triliun, diskon tarif listrik menjadi 6 bulan Rp 3,5 triliun, bantuan sosial tunai dan sembako hingga Desember Rp 19,62 triliun, serta cadangan stimulus Rp 60 triliun dari tambahan belanja Rp 40,7 triliun dan realokasi dari dana stimulus yang tak terpakai. Terdapat pula penghematan lanjutan belanja kementerian lembaga sebesar Rp 50 triliun dan penghematan belanja pegawai THR dan gaji ke-13 sebesar Rp 12,4 triliun.

Lebih lanjut, untuk bisa menalangi defisit anggaran tersebut, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengungkapkan pemenuhan biaya akan dilakukan dengan penerbitan surat berharga negara (SBN) yang dibeli oleh Bank Indonesia (BI) atau sesuai dengan Perpres Nomor 1 Tahun 2020. “Dilakukan melalui pembiayaan dan pengadaan SBN yang sudah diatur dalam Perppu atau SKB Kementerian Keuangan dengan Bank Indonesia,” katanya.

Untuk informasi, Perppu tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan yang melonggarkan ketentuan defisit APBN ini hanya akan berlaku selama tiga tahun, yakni pada 2020, 2021, dan 2022 akibat pandemi corona.

Sumber : Beritasatu.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only