Stimulus untuk Korporasi

Ada yang terlupakan dari stimulus ekonomi yang diberikan pemerintah. Untuk menjaga penurunan kinerja ekonomi yang terpukul Covid-19, pemerintah memberikan stimulus kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan korporasi milik negara atau BUMN. Korporasi swasta belum mendapatkan stimulus.

Stimulus berupa pengurangan pajak penghasilan (PPh) sama sekali tidak membantu korporasi. Tahun ini, hampir semua korporasi swasta merugi. Dengan demikian, pengurangan PPh tidak berdampak pada upaya korporasi swasta untuk bangkit dari krisis ekonomi.

Selain dana bantuan sosial (bansos) Rp 172 triliun, pemerintah memberikan stimulus berupa subsidi bunga kepada UMKM sebesar Rp 34,1 triliun. UMKM diberikan juga insentif pajak Rp 123 triliun.

Ada lagi stimulus yang diperoleh UMKM. Dalam paket stimulus yang diumumkan pemerintah disebutkan dana Rp 87,59 triliun, yakni dana yang ditempatkan pemerintah di perbankan yang menjalankan retrukturisasi kredit UMKM. Artinya, yang dibantu adalah UMKM, bukan korporasi. Pemerintah memberikan dana talangan Rp 19,65 triliun dan penyertaan modal negara (PMN) Rp 25,27 triliun kepada BUMN.

Selain itu, BUMN mendapatkan dana kompensasi Rp 90,4 triliun, masing- masing Rp 45 triliun untuk Pertamina dan Rp 45,4 triliun untuk PLN.

Dana restrukturisasi utang BUMN yang disiapkan pemerintah mencapai ratusan triliun rupiah.

Adakah stimulus bagi korporasi selain pengurangan PPh? Dari total dana pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp 641,17 triliun, ada Rp 60 triliun yang disebut sebagai cadangan stimulus fiskal lainnya. Tapi, dana ini tentu bukan untuk stimulus korporasi swasta.

Yang bisa disebutkan untuk membantu korporasi swasta hanya dana yang ditempatkan pemerintah di bank peserta sekitar Rp 35 triliun. Tapi, dana ini tidak cukup untuk membantu korporasi swasta bangkit dari krisis. Apalagi keputusan untuk merestrukturisasi debitur sepenuhnya ada di tangan bank peserta atas assessment Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Jika dinilai berisiko, apalagi tak ada jaminan dari pemerintah, bank peserta tidak akan mengeksekusi. Para pelaku bisnis mengapresiasi program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang tertuang dalam Perppu No 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program PEN dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Covid-19 dan Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional. Kebijakan itu dinilai memiliki semangat keadilan sosial, memenuhi prinsip kehati-hatian, dan mendukung kebangkitan dunia usaha. Tapi, dalam pelaksanaannya, korporasi swasta dianaktirikan.

Seakan-akan korporasi swasta tidak penting. Atau kalau pun dianggap penting, korporasi swasta dinilai mampu bangkit sendiri tanpa perlu bantuan pemerintah. Pandangan ini dinilai keliru.

Pelaku bisnis menyarankan pemerintah untuk bisa membantu korporasi swasta lewat beberapa cara. Pertama, pemerintah perlu memberikan keringanan kepada korporasi swasta dalam membayar energi listrik. Keringanan yang sama sudah diberikan kepada UMKM.

Kedua, restrukturiasi utang korporasi swasta, baik utang bank maupun utang dari penerbitan obligasi dan medium term notes (MTN). Perlu ada penjadwalan ulang pembayaran bunga dan cicilan pokok utang kepada bank dan surat utang yang diterbitkan korporasi swasta.

Penjadwalan ulang utang merupakan wacana paling penting dalam upaya penyelamatan korporasi swasta. Karena saat ini, dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) serta larangan bekerja di kantor dan pabrik di seluruh perusahaan, termasuk perusahaan di wilayah non-PSBB, hampir semua perusahaan mengalami kontraksi. Dengan dana likuiditas yang terbatas, korporasi kesulitan membiayai karyawan.

Sebagian korporasi kini sudah merumahkan karyawan dan hanya memberikan separuh gaji. Jika hingga Juli 2020 situasi tidak berubah, karyawan yang dirumahkan lebih banyak lagi dan bakal banyak korporasi yang terpaksa gulung tikar.

Ketiga, dengan jaminan pemerintah, Bank Indonesia (BI) boleh membeli surat utang korporasi swasta.

Swasta juga boleh mendapatkan likuiditas dengan menjaminkan surat utang yang dimiliki kepada BI. Dengan cara ini, korporasi swasta kembali memiliki likuiditas untuk menggerakkan roda usaha. Pandemi Covid-19 akan berakhir. Dengan membantu korporasi swasta tetap hidup di masa pandemi, ekonomi Indonesia akan cepat menanjak ketika Covid berakhir.

Dengan membantu korporasi swasta bertahan, ekonomi Indonesia tidak akan kehilangan momentum saat pandemic Covid berakhir. Ekonomi Indonesia bahkan bisa lebih besar lagi seperti yang terjadi pascakrisis ekonomi 1998 dan 2008.

Tentu tidak semua korporasi swasta mendapatkan bantuan. Korporasi swasta yang sudah kesulitan likuiditas jauh sebelum Covid karena salah kelola atau lini bisnis yang tidak prospektif, tidak perlu diberikan bantuan. Dalam menghadapi krisis besar ini, pemerintah diimbau memberikan dana stimulus hingga Rp 1.600 triliun atau 10% dari PDB sebagaimana yang dilakukan negara lain.

Sebesar Rp 400 triliun untuk membantu sektor kesehatan, Rp 600 triliun untuk jarring pengaman sosial, dan Rp 600 triliun sisanya diusulkan untuk menambah stimulus bagi sektor riil dan keuangan, termasuk korporasi swasta.

Kontribusi korporasi swasta sangat besar dalam penyerapan tenaga kerja, pembayaran pajak, dan kontribusi terhadap PDB. Korporasi swasta adalah debitur sekaligus penyimpan dana terbesar di perbankan nasional. Sebagian besar UMKM hidup karena ada linkage dengan korporasi, baik backward maupun forward.

Jika korporasi ambruk, bukan hanya perbankan yang jebol, tapi juga sistem keuangan dan sistem ekonomi yang ambruk. Karena itu, upaya penyelamatan korporasi swasta nasional menjadi sebuah keniscayaan.

Sumber : Investor Daily

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only