Industri Penunjang Migas Berharap Dapat Stimulus Pandemi

Pelaku usaha sektor minyak dan gas (migas) mendorong pemerintah dapat memberikan stimulus fiskal bagi industri penunjang migas. Alasannya, penurunan harga minyak di tengah ketidakpastian ekonomi karena pandemi corona, berdampak pada keberlangsungan perusahaan penunjang migas.

Moshe Rizal Husin Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) mengatakan, stimulus fiskal seharusnya tidak diberikan hanya pada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas, melainkan juga pada industri penunjang migas.

“Pemerintah juga perlu memperhatikan penunjang migas yang mayoritas perusahaan di dalam negeri. Saat ini, kita belum program stimulus yang untuk industri penunjang migas,” kata Moshe, kepada Katadata.co.id, Kamis (28/5).

Adapun, insentif fiskal yang bisa diberikan pada industri penunjang migas bisa berupa insentif pajak, atau skema pemberian kredit dengan bunga ringan melalui bank BUMN.

Ia menambahkan, meski tak separah sektor pariwisata, keberlangsungan industri penunjang migas tetap harus diperhatikan pemerintah. Mengingat, saat ini banyak proyek migas yang tertunda, karena para vendor dan kontraktor kesulitan mengerjakan langsung proyek-proyek tersebut.

Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas menyatakan, pandemi corona telah memukul industri hulu migas. Alhasil, para kontraktor migas pun meminta pemerintah memberikan paket insentif fiskal.

(Baca: Kontraktor Migas Minta Pemerintah Bayar Kompensasi Harga Gas per Bulan)

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan ada beberapa usulan yang diminta oleh perusahaan migas. Salah satunya adalah, penundaan pembayaran Abandonment Site Restoration (ASR) atau biaya pasca tambang.

“Dengan stimulus dari pemerintah, diharapkan akan ada perbaikan cashflow kontraktor,” ujar Dwi dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII secara virtual, Selasa (28/4).

Perusahaan migas juga meminta tax holiday untuk pajak penghasilan (PPh) dengan estimasi dampak corporate and dividen tax rate sebesar 40-48% untuk kontrak cost recovery dan 25% untuk gross split. Indonesian Petroleum Association (IPA) juga telah membahas pembebasan branch profit tax atau BPT selama laba setelah pajak diinvestasikan kembali di Indonesia.

Selain itu, pelaku usaha migas juga meminta penundaan atau penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) LNG melalui penerbitan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81 tahun 2019. Insentif ini ditujukan bagi blok migas yang menghasilkan produk gas berupa LNG, dengan target perbaikan cashflow kontraktor.

Kontraktor migas juga meminta agar Barang Milik Negara (BMN) hulu migas tidak dikenakan biaya sewa bagi kontraktor di blok eksploitasi. Dampak dari insentif tersebut yakni pengurangan 1% dari gross revenue.

Sumber : Katadata.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only