Tanpa Kompromi, Dua Jempol untuk Sri Mulyani Sikat Netflix Cs

JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan segera menarik pajak dari semua perusahaan over the top yang menjual jasanya di Indonesia. Artinya, Netflix, Spotify hingga Zoom harus membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% dari hasil jualannya.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, penarikan PPN terhadap perusahaan digital tersebut dilakukan agar tercipta keadilan (level playing field) bagi perusahaan yang tercatat sebagai subjek pajak dan selama ini taat membayar pajak ke pemerintah.

Menurutnya, pemungutan PPN dilakukan untuk semua produk yang dikonsumsi baik barang dan jasa yang diperjualbelikan di Indonesia baik yang diproduksi dalam negeri maupun yang berasal dari dalam negeri. Semuanya dipungut pajaknya melalui daerah pabeanan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) .

Bahkan, UU PPN ini dikatakan sudah ada sejak 1983. Artinya, semua barang dan jasa yang dijual di Indonesia harus dibayar PPN nya oleh konsumen yang menikmatinya yang ditagih oleh badan usaha tersebut.

“Jadi barang dan jasa yang berasal dari dalam atau luar Indonesia, sejak UU PPN ada tahun 1984 mulai berlaku 1 Januari, sebetulnya sudah dikenakan PPN,” ujarnya saat berbincang dengan Staf Ahli Bidang Pengawas Pajak Nufransa Wira Sakti yang dikutip Selasa (2/6/2020).

Namun, pada saat UU tersebut ditetapkan, tidak ada yang menduga akan ada barang yang dijual tanpa bentuk atau digital mengikuti perkembangan zaman. Sehingga saat ini dibuat aturan untuk penarikannya pajak barang yang dijual secara digital melalui Perppu nomor 1 tahun 2020.

“Nah, kalau barangnya yang nggak kelihatan, seperti saya nonton tv, atau nonton film, lalu saya play online film tertentu, saya bisa nonton di rumah, nah barangnya kan tidak lewat gate kepabeanan,” kata dia.

Adapun melalui Perppu nomor 1 tahun 2020 tersebut, pemerintah memiliki izin untuk menarik pajak dari barang digital yang berasal dari luar negeri dan di jual di Indonesia. Lalu aturan tersebut juga telah diturunkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 48 tahun 2020 yang mengatur tata cara pemungutan pajak digital.

“Jadi UU hanya mengizinkan, walaupun dia (perusahaan) di luar negeri,” jelasnya.

Lanjut Suryo, dengan penarikan ini dilakukan maka semua perusahaan digital luar negeri yang berjualan di Indonesia harus membayar pajaknya. Artinya, semua pelanggan perusahaan digital tersebut harus membayar PPN 10% atas barang dan jasa yang dikonsumsinya.

“Kalau bahas UU PPN pasti (penambahan biaya ke pelanggan), karena PPN dikenakan 10% dari harga jual. Tapi penambahan harga itu tergantung perusahaan (penjual barang dan jasa) tersebut. Apakah ia mau menanggung pajaknya sehingga harga tidak bertambah, tapi disatu sisi penghasilan perusahaan mengalami pengurangan,” kata dia.

Langkah Jempolan Sri Mulyani Tutup Kebocoran Ekonomi

Sebelumnya, para pengguna layanan jasa kerap membayar langsung menggunakan kartu kredit atau mekanisme lainnya ke rekenin di luar negeri. Netflix misalnya, pelanggan harus membayarnya ke rekening Netflix di Belanda.

Ini adalah bukti konkret kebocoran ekonomi Indonesia. Regulator dahulu tak punya banyak upaya dalam mengejar penerimaan yang nyata sekali.

Regulator pajak hanya bisa mengejar para wajib pajak dalam negeri. Sebenarnya banyak layanan seperti ini. Layanan data dan media yang berbasis di AS yang ‘berjualan’ di Indonesia juga bukan merupakan BUT.

“Nah selama ini BUT definisi kan kehadiran fisik, physical existency begitu. Nah selama ini mereka tidak ada di sini. Makanya kita tidak bisa mengenakan PPh-nya ke mereka atas penghasilan dari Indonesia,” kata Hestu Yoga, Juru Bicara DJP.

foto/netflix/netflix

Oleh karena itu, adanya Perppu ternyata memberi dampak signifikan untuk mengejar jasa asing yang menjual di Indonesia.

“Jadi pengertiannya nggak hanya harus adanya kehadirian fisik, tapi seperti subtansial economic presence, kalau mereka dapat penghasilan dari Indonesia, konsumennya di Indonesia itu kita anggap sebagai punya economic presence di Indonesia. Nah sehingga kita masukan sebagai BUT. Sehingga bisa kita pajaki di Indonesia.”

Sumber: CNBCIndonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only